Tuesday 30 December 2014

Kiat Agar Disenangi Kawan dan Disegani Lawan

Terus berbuat baik tanpa pernah menghitungnya Lakukan kebaikan layaknya menulis di atas pasir dan pahatlah di batu untuk setiap kesalahan yang kamu lakukan. Artinya, lupakan setiap kebaikan kimu kepada orang lain, tak perlu menghitung. Sikap seperti ini akan melatih keikhlasan, dan pada saat terbiasa, kamu akan merasakan arti puas yang sejati.


Merendahlah Agar Kamu Menjadi Tinggi Orang yang merendah justru banyak disenangi orang lain. Lain halnya dengan orang yang sombong, kerendahan hati merupakan perwujudan dari toleransi dan memiliki nilai yang tinggi. Kerendahan hati dan kedamaian saling bertautan. Percayalah pada diri sendiri, dan singkirkan keinginan untuk selalu ingin membuktikan pada orang lain.

Jagalah Kemurnian Tampilah ‘apa adanya’. Jadilah diri sendiri. Untuk memiliki daya tarik kita tidak perlu menjadi orang lain. Menjadi diri sendiri jauh lebih bernilai ketimbang kita selalu ingin tampil ‘seperti orang lain’.

Jadilah Orang Yang Penuh Minat Apa yang kamu katakan pada diri sendiri tentang kehidupan dan diri kamus endiri, dari hari ke hari, adalah efek yang luar biasa. Sepanjang waktu, lihatlah diri kamu sendiri sebagai pribadi yang menarik. Pertahankan perasaaan itu sejelas mungkin dalam pikiran. Dengan sendirinya, ‘alam’ akan menarik segala hal yang penting untuk menyempurnakan perasaan dan pandangan kamu itu. Jadilah orang yang selalu ceria, penuh harapan, dan buat dunia ini terpikat pada kamu!

Wajah Ceria Tertawa itu sehat. Buat wajah kamu selalu ceria. Saat kita tersenyum, otak akan bereaksi dan memproduksi endorphin (zat alami yang memindahkan rasa sakit). Selain itu, senyuman akan membuat kamu bias rileks. Senyuman juga akan menebarkan kegembiraan pada orang lain. Tekankan dalam pikiran, saat kamu bersama orang lain, bahwa senyuman dapat memperpendek ‘jarak’ antar orang lain.

Antusias dan Hasrat Dua hal ini merupakan ibu yang melahirkan sukses. Antusias dan hasrat dapat mendatangkan uang, kekuatan dan pengaruh. Hal besar tak akan dapat dicapai tanpa antusias. Yakin selalu pada apa yang kamu kerjakan. Kerjakan tiap pekerjaan kamu dengan penuh cinta. Masukan antusias dalam pribadi kamu, maka ia akan menciptakan hal yang luar biasa buat kamu.

Tata Krama Tingkah laku, kesopanan dan kebaikan bisa membuat orang lain percaya pada kita. Tata karma yang baik akan membuat orang lain merasa nyaman dengan kita. Tata karma merupakan sumber kesenangan, memberikan rasa aman, dan ini dilakukan dengan menunjukan penghormatan pada oran lain. Bersikap sopanlah pada setiap orang yang kamu kenal, tidak peduli status dan kedudukan mereka. Perlakukanlah setiap orang dengan tata krama.

Jadilah Pendengar Yang Baik
Kalau bicara itu perak dan diam itu emas. Maka pendengar yang baik lebih mulia dari keduanya. Pendengar yang baik adalah orang yang disukai oleh semua orang. Berilah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara. Dengarkanlah dengan antusias dan jangan menilai atau menasihati kalau tidak diminta.

Usahakan Menyebut Nama Dengan Benar
Umumnya orang tidak suka bila namanya disebut salah atau sembarangan. Nama adalah milik berharga dan sangat pribadi. Kalau ragu tanyakan bagaimana melafalkan nama orang bersangkutan.

Bermurah Hatilah
Anda tidak akan menjadi miskin karena memberi, dan tidak kekurangan karena berbagi. Seorang bijak penah mengatakan ini.. maaf lupa namanya. “Orang bermurah hati berbuat baik untuk dirinya sendiri.” Orang yang bermurah hati lebih mudah diterima dan dihargai dibandingkan orang yang egois, pelit dan hanya ingin diberi.

Hindari Kebiasaan Mengkritik, Mencela dan Menganggap Remeh
Semua itu menyerang langsung ke pusat harga diri dan bisa membuat orang lain mempertahankan harga diri dengan sikap yang tidak bersahabat. Umumnya orang tidak suka jika kelemahannya diketahui oleh orang lain.

Berbuatlah Apa Yang Orang Lain Ingin Perbuat Kepada Kita
Ini dia. Perlakuan apapun dari orang lain yang dapat menyukai hati itulah yang harus anda lakukan terlebih dahulu. Anda harus mulai melakukan inisiatif. Tidak gampang memulai tapi itulah yang harus kita lakukan agar orang lain melakukannya untuk kita.

Cintailah Diri Sendiri
Harus. Mencintai diri sendiri berarti menerima diri apa adanya. Menyukai dan melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri, ini berbeda dengan egois yang selalu mementingkan diri sendiri. Atau egosentris yang selalau berpusat pada diri sendiri. Dengan menerima dan menyukai diri sendiri anda akan mudah menyesuaikan diri dengan orang lain.

Pujian itu seperti air segar yang bisa menawarkan rasa haus manusia akan penghargaan. Dan kalau anda selalu siap membagikan air segar untuk orang lain. Anda berada pada posisi yang strategis untuk disukai orang lain. Bukalah mata lebar-lebar untuk melihat kebaikan-kebaikan pada diri orang lain. Lalu pujilah dengan setulus hati.

Tunjukkan dengan sikap dan ucapan bahwa anda menganggap orang lain itu penting. Misalnya jangan membiarkan orang lain menunggu terlalu lama, katakan maaf dan tepati janji. Serta bersikaplah ramah.

Dan hal lain yang menyebabkan kita berfikir bagaimana kita dapat menjadi orang yang menyenangkan bagi orang lain. Ada dua hal simple yang dapat menjawab hal itu, yaituapa yang orang lain butuhkan dan kita berusaha memberikan apa yang dia butuhkan.

“Apa yang orang lain butuhkan” di dalam pergaulan meskipun orang tersebut tidak mengatakan adalah penghargaan, perhatian, dan dukungan.

Penghargaan
Penghargaan ini merupakan hal yang sangat penting. Berikan penghargaan secara tulus dan sampaikan secara lugas sehingga membuat orang terkesan pada kita. Kunci dari penghargaan adalah “human being”, menjadikan orang lain pada tempat tertinggi. Berikan penghargaan ini kepada siapapun orangnya, karyawan, staff, atasan, guru, cleanning service, penjaga kantor, dan sebagainya.

Perhatian
Ketika kita berbicara dengan orang lain, hal yang dapat membuat kita bersemangat adalah perhatian. Sebaliknya juga berlaku pada lawan bicara kita. Jika orang lain menatap kita ketika kita berbicara, maka kita akan semakin bersemangat untuk berbicara tetapi jika orang lain menengok kanan kiri atau tidak melihat wajah kita, tentu kita akan merasa jengkel dan bahkan menghentikan pembicaraan.

Dukungan
Disini memberikan dukungan bukan berarti dengan material seperti uang atau barang-barang berharga tetapi dengan kata-kata. Suatu pujian dapat merupakan suatu dukungan ketika kita memberikan semangat kepada orang lain yang mungkin sedang patah hati, gagal dalam ujian, dan sebagainya. Dengan membangkitkan antusiasme orang lain merupakan hal yang penting, kita dapat mengikuti keinginan hati orang itu, alur berfikirnya serta mendukung dengan ungkapan yang positif.

100 Cara Untuk Bahagia Dunia dan Akhirat



Ada 100 cara agar manusia bisa bahagia, yang Insya Allah, baik di Dunia dan di Akherat.

01.Bersyukur apabila mendapat nikmat;
02.Sabar apabila mendapat kesulitan;
03Tawakal apabila mempunyai rencana/program;
04.Ikhlas dalam segala amal perbuatan;
05.Jangan membiarkan hati larut dalam kesedihan;

06.Jangan menyesal atas sesuatu kegagalan;
07.Jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan;
08.Jangan usil dengan kekayaan orang;
09.Jangan hasad dan iri atas kesuksessan orang;
10.Jangan sombong kalau memperoleh kesuksessan;
11.Jangan tamak kepada harta;
12.Jangan terlalu ambsi akan sesuatu kedudukan;
13.Jangan hancur karena kezaliman;
14.Jangan goyah karena fitnah;
15.Jangan berkeinginan terlalu tinggi yang melebihi kemampuan diri.
16.Jangan campuri harta dengan harta yang haram;
17.Jangan sakiti hati ayah dan ibu;
18.Jangan usir orang yang meminta-minta;
19.Jangan sakiti anak yatim;
20. Jauhkan diri dari dosa-dosa yang besar;
21.Jangan membiasakan diri melakukan dosa-dosa kecil;
22.Banyak berkunjung ke rumah Allah (masjid);
23.Lakukan shalat dengan ikhlas dan khusyu;
24.Lakukan shalat fardhu di awal waktu berjamaah di masjid;
25.Biasakan shalat malam;
26.Perbanyak dzikir dan do'a kepada Allah;
27.Lakukan puasa wajib dan puasa sunat;
28.Sayangi dan santuni fakir miskin;
29.Jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah;
30.Jangan marah berlebih-lebihan;
31.Cintailah seseorang dengan tidak berlebih-lebihan;
32.Bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah;
33.Berlatihlah konsentrasi pikiran;
34.Penuhi janji apabila telah diikrarkan dan mintalah maaf apabila karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi;
35.Jangan mempunyai musuh, kecuali dengan iblis/syaitan;
36.Jangan percaya ramalan manusia;
37.Jangan terlampau takut miskin;
38. Hormatilah setiap orang;
39.Jangan terlampau takut kepada manusia;
40.Jangan sombong, takabur dan besar kepala;
41.Berlakulah adil dalam segala urusan
42.Biasakan istighfar dan taubat kepada Allah
43.Bersihkan rumah dari patung-patung berhala;
44.Hiasi rumah dengan bacaan AlQuran
45.Perbanyak silaturrahim;
46.Tutup aurat sesuai dengan petunjuk Islam;
47.Bicaralah secukupnya;
48.Beristeri/bersuami kalau sudah siap segala-galanya;
49.Hargai waktu, disiplin waktu dan manfaatkan waktu;
50.Biasakan hidup bersih, tertib dan teratur;
51.Jauhkan diri dari penyakit-penyakit bathin;
52.Sediakan waktu untuk santai dengan keluarga;
53.Makanlah secukupnya tidak kekurangan dan tidak berlebihan;
54.Hormatilah kepada guru dan ulama;
55.Sering-sering bershalawat kepada nabi;
56. Cintai keluarga Nabi saw;
57. Jangan terlalu banyak hutang;
58. Jangan terlampau mudah berjanji;
59. Selalu ingat akan saat kematian dan sadar bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara;
60.Jauhkan dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat seperti mengobrol yang tidak berguna;
61. Bergaullah dengan orang-orang soleh;
62. Sering bangun di penghujung malam, berdoa dan beristighfar;
63. Lakukan ibadah haji dan umrah apabila sudah mampu;
64.Maafkan orang lain yang berbuat salah kepada kita;
65.Jangan dendam dan jangan ada keinginan membalas kejahatan dengan kejahatan lagi;
66. Jangan membenci seseorang karena beda paham dan pendiriannya;
67.Jangan benci kepada orang yang membenci kita;
68. Berlatih untuk berterus terang dalam menentukan sesuatu pilihan
69.Ringankan beban orang lain dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan.
70.Jangan melukai hati orang lain;
71.Jangan membiasakan berkata dusta;
72.Berlakulah adil, walaupun kita akan mendapatkan kerugian;
73.Jagalah amanah dengan penuh tanggung jawab;
74.Laksanakan segala tugas dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan;
75.Hormati orang lain yang lebih tua dari kita
76.Jangan membuka aib orang lain;
77.Lihatlah orang yang lebih miskin daripada kita, lihat pula orang yang lebih berprestasi dari kita;
78.Ambilah pelajaran dari pengalaman orang-orang arif dan bijaksana;
79.Sediakan waktu untuk merenung apa-apa yang sudah dilakukan;
80.Jangan sedih karena miskin dan jangan sombong karena kaya;
81.Jadilah manusia yang selalu bermanfaat untuk agama,bangsa dan negara;
82.Kenali kekurangan diri dan kenali pula kelebihan orang lain;
83.Jangan membuat orang lain menderita dan sengsara;
84.Berkatalah yang baik-baik atau tidak berkata apa-apa;
85.Hargai prestasi dan pemberian orang;
86.Jangan habiskan waktu untuk sekedar hiburan dan kesenangan;
87.Akrabilah dengan setiap orang, walaupun yang bersangkutan tidak menyenangkan.
88.Sediakan waktu untuk berolahraga yang sesuai dengan norma-norma agama dan kondisi diri kita;
89.Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan fisik dan mental kita menjadi terganggu;
90.Ikutilah nasihat orang-orang yang arif dan bijaksana;
91.Pandai-pandailah untuk melupakan kesalahan orang dan pandai-pandailah untuk melupakan jasa kita;
92.Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain terganggu dan jangan berkata sesuatu yang dapat menyebabkan orang lain terhina;
93.Jangan cepat percaya kepada berita jelek yang menyangkut teman kita sebelum dipastikan kebenarannya;
94.Jangan menunda-nunda pelaksanaan tugas dan kewajiban;
95.Sambutlah huluran tangan setiap orang dengan penuh keakraban dan keramahan dan tidak berlebihan;
96.Jangan memforsir diri untuk melakukan sesuatu yang diluar kemampuan diri;
97.Waspadalah akan setiap ujian, cobaan,godaan dan tentangan. Jangan lari dari kenyataan kehidupan;
98.Yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan dan setiap kejahatan akan melahirkan kerusakan;
99.Jangan sukses di atas penderitaan orang dan jangan kaya dengan memiskinkan orang;
100.Silakan melengkapi kekurangannya.

10 Amalan Ringan Pembuka Jalan Menuju Surga


1. Berdzikir Kepada Allah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

“Ada dua kalimat yang ringan bagi lisan, berat dalam mizan (timbangan amal) dan dicintai ar-Rahmaan: ‘Subhanallahu wa bihamdih’ (Maha Suci Allah dan dengan pujian-Nya kami memuji) ‘Subhanallah al-Azhiim’ (Maha Suci Allah Dzat Yang Maha Agung).” (HR Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

لَأَنْ أَقُوْلَ: (سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر) أَحَبُّ إِلَيَّ مِمّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ

“Saya membaca: ‘Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar’, sungguh aku lebih cintai daripada dunia dan seisinya.” (HR Muslim no 2695 dan at-Tirmidzi)

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ

“Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang dapat menyelamatkannya dari adzab Allah melainkan dzikir kepada Allah.” (HR ath-Thabrani dengan sanad yang hasan dan al-Allamah Ibnu Baz menjadikannya hujjah dalam kitab Tuhfah al-Akhyaar)
2. Meridhai Allah, Islam dan Rasulullah

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَقُولُ حِينَ يُصْبِحُ وَحِينَ يُمْسِي ثَلَاثَ مَرَّاتٍ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُرْضِيَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah seorang hamba muslim mengucapkan pada saat dia memasuki waktu pagi dan memasuki waktu petang: ‘radhiitu billahi rabba, wa bil islaami diina wa bi muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam nabiya (aku ridha Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabi-ku)’ sebanyak tiga kali, melainkan merupakan hak bagi Allah untuk meridhainya pada hari kiamat kelak.” (HR Ahmad dan dihasankan oleh al-Allamah Ibnu Baz dalam kitab Tuhfah al-Akhyaar)
3. Menuntut Ilmu Syar’i

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim no 2699)
4. Menahan Marah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَسْتَطِيعُ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ فِي اَيِّ الْحُورِ شَاءَ

“Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melampiaskannya, niscaya Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan para makhluk sampai Allah memilihkan untuknya bidadari-bidadari yang dia suka.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan disepakati oleh Syaikh al-Albani)
5. Membaca Ayat Kursi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِي دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ لَمْ يَمْنَعُهُ مِنْ دُخُوْلِ الْجَنَّةَ إِلاَّ أَنْ يَمُوْتَ

“Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai shalat, maka tidak ada yang dapat menghalanginya untuk masuk surga kecuali jika dia mati.”(HR an-Nasaa’i dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Maksudnya adalah jika dia mati, dia akan masuk surga dengan rahmat dan karunia Allah ‘Azza wa Jalla.
6. Menyingkirkan Gangguan di Jalan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلاً يَتَقَلَّبُ فِي الجَنَّةِ فِي شَجَرَةٍ قَطَعَهاَ مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيقِ كَانَتْ تُؤْذِي النَّاسَ

“Sungguh aku telah melihat seorang lelaki mondar-mandir di dalam surga dikarenakan sebuah pohon yang dia tebang dari tengah jalan yang selalu mengganggu manusia” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَرَّ رَجُلٌ بِغُصْنِ شَجَرَةٍ عَلَي ظَهْرِ طَرِيقٍ فَقَالَ وَاللهِ لأُنَحِّيَنَّ هَذَا عَنْ المُسْلِمِينَ لَا يُؤذِيهِمْ فَأُدْخِلَ الجَنَّةَ

“Ada seorang lelaki berjalan melewati ranting pohon yang ada di tengah jalan, lalu dia berkata, ‘Demi Allah, sungguh aku akan singkirkan ranting ini dari kaum muslimin agar tidak menganggu mereka.’ Maka dia pun dimasukkan ke dalam surga.” (HR Muslim)
7. Membela Kehormatan Saudaranya di Saat Ketidakhadirannya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ رَدَّ عَن عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللهُ عَن وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Barangsiapa membela harga diri saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan memalingkan wajahnya dari api neraka.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ وَقَاهُ اللهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحيَيْهِ وَ شَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْنِ دَخَلَ الجَنَّةَ

“Barangsiapa yang Allah lindungi dari keburukan apa yang ada di antara kedua rahangnya (yaitu mulut) dan keburukan yang ada di antara dua pahanya (yaitu kemaluannya), niscaya dia akan masuk surga.”(Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan disepakati oleh Syaikh al-Albani)
8. Menjauhi Debat Kusir Walaupun Benar

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani)
9. Berwudhu’ Lalu Shalat Dua Raka’at

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,”Tidaklah seorang muslim berwudhu’ lalu dia baguskan wudhu’nya, kemudian dia berdiri shalat dua raka’at dengan menghadapkan hatinya dan wajahnya pada kedua raka’at itu, melainkan surga wajib baginya.” (HR Muslim)
10. Pergi Shalat ke Masjid

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di dalam kegelapan untuk menuju masjid, mereka akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat.” (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam juga bersabda, “Barangsiapa yang pergi ke masjid atau pulang dari masjid, niscaya Allah akan persiapkan baginya nuzul di dalam surga setiap kali dia pergi dan pulang.” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam an-Nawawi berkata, “Nuzul adalah makanan pokok, rizki dan makanan yang dipersiapkan untuk tamu.”
11. (Bonus tambahan) Shalat Sunnah 2 Raka’at Setelah Wudhu

Amalan inilah yang dirutinkan oleh sahabat Bilal yang telah menjadikannya sebagai penghuni surga dengan kesaksian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.

يَا بِلاََلُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلاَمِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دُفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ مَا عَمِلْتُ عَمَلاً أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُوْرًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطَّهُوْرِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّي

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bilal radhiyallahu anhu setelah shalat fajar, “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku amalanmu dalam Islam yang paling engkau harapkan. Karena sesungguhnya aku mendengar suara terompahmu di hadapanku dalam surga.” Bilal berkata, ”Tidaklah aku mengamalkan suatu amalan yang lebih aku harapkan melainkan setiap kali aku bersuci pada malam atau siang hari aku selalu mengerjakan shalat yang bisa aku lakukan.” (HR Al-Bukhari no 1149 dan Muslim no 2458).

Tiga Jalan Menuju Surga



Dari Abdullah bin Salam ra, Rasulullah SAW bersabda,”Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makan (kepada orang yang membutuhkannya), dan shalatlah kalian di saat manusia tertidur di kegelapan malam, maka kalian akan masuk surga dengan selamat.” (HR. Turmudzi, Ahmad & Darimi)

Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW menggambarkan kepada kita adanya tiga jalan menuju surga yang dapat mengantarkan kita masuk ke dalam surga dengan selamat. Ketiga jalan tersebut adalah sebagai berikut :


1. Menyebarkan Salam.
Memberikan/ mengucapkan salam merupakan salah satu syiar Islam dan juga sunnah Rasulullah SAW.
Bahkan dalam salah satu haditsnya Rasulullah SAW menggambarkan bahwa salam merupakan carapaling efektif untuk menumbuhkan rasa Ukhuwah Islamiyah dan rasa cinta antara sesama muslim. Dan ternyata dibalik segala keutamaannya, menyebarkan salam juga dapat mengantarkan seseorang pada pintu surga yang senantiasa menjadi idaman setiap orang yang beriman :
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, 'Kalian tidak bisa masuk ke dalam surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku beritahu tentang satu hal yang apabila kalian lakukan, kalian akan saling mencintai? (yaitu) Sebarkanlah salam diantara kalian. (HR. Muslim)


Mengucapkan salam juga dapat menghilangkan rasa “ketidaksukaan” orang lain, mengobati rasa ‘rindu’ terhadap saudaranya sesama muslim, dsb. Bahkan lebih luas, mengucapkan salam juga dapatmengantarkan sebuah masyarakat menjadi masyarakat Islami, karena salah satu makna dan substansi salam adalah perdamaian dan kesejahteraan. Dan kedua hal tersebut merupakan pondasi masyarakat yang Islami.


2. Memberikan Makan (kepada orang yang membutuhkannya)
Hal kedua yang dapat mengantarkan seseorang pada pintu surga adalah dengan memberikan makankepada orang yang membutuhkannya. Memberikan makan merupakan gambaran yang baik suatu masyarakat Islami. Di mana setiap anggota masyarakat saling memiliki rasa keterikatan dan persaudaraan, sehingga setiap orang tidak rela manakala ada saudaranya (baca; tetangganya) kelaparan dan kesusahan. Memberikan makan ini juga tidak harus berupa barang yang bersifat makanan. Namun dapat juga dikiaskan dengan bantuan lain, seperti pertolongan, bantuan keuangan,dan lain sebagainya. Memberikan makan ini juga merupakan impllikasi dari sunnah Rasulullah SAWyang lainnya, yaitu bahwa ‘tangan yang di atas lebih baik dari pada tangan yang di bawah.’ (HR. Bukhari). Dan tidakkah kita “suka” menjadi yang lebih baik?



3. Shalat di Keheningan Malam
Hal ketiga yang digambarkan Rasulullah SAW agar seseorang dapat mencapai gerbang surga adalah melaksanakan shalat tahajud di tengah keheningan malam. Shalat di keheningan malam, terutama disaat-saat manusia lain tengah terlelap dengan mimpinya; merupakan gambaran nyata kecintaan seorang hamba terhadap Allah SWT. Saat-saat tengah malam merupakan saat-saat yang paling berat, untuk meniggalkan tempat tidur menuju tempat whudu guna mensucikan jiwa menghadap Allah SWT.
Dan saat-saat seperti inilah merupakan waktu yang paling efektif untuk mengisi ruhiyah dengan pancaran keimanan dari Allah SWT. Bahkan begitu berharganya waktu seperti ini, salah seroang ulama mengistilahkannya dengan “Addaqa’iq Al-Ghaliyah” (detik-detik yang sangat mahal). Karena di saat inilah, Allah membuka lebar-lebar para hamba yang memohon pada Diri-Nya. Oleh karena itulah,sebagai seorang muslim sejati, marilah kita berupaya untuk dapat mengamalkan “amalan” yangdiajarkan oleh Rasulullah SAW ini. Mudah-mudahan kita semua termasuk hamba-hamba yang kelakAllah berikan kenikmatan berupa surga. Amiin…

Thursday 23 October 2014

Sebab - Sebab Jin Dan Iblis Mengganggu Manusia

Sebab Pertama : Jin bisa melihat kita dan secara umum kita tidak bisa melihat mereka.

Allah ta’la berfirman tentang Iblis dan anak turunnya :
"Sesungguhnya ia dan para pengikutnya melihat kalian di mana kalian tidak melihat mereka." (Al-A’raf: 27)

Yang dipandang oleh para pakar tafsir adalah bahwa kata ganti pada firman-Nya "Sesungguhnya dia" itu kembali kepada Iblis, dan kata "para pengikutnya" maksudnya adalah keturunan dan anak-anaknya. Syaikhul Rahimahullah Islam pernah ditanya sebagaimana daam "Majmu’ Al-Fatawa" tentang firman Allah :

"Sesungguhnya ia dan para pengikutnya melihat kalian di mana kalian tidak melihat mereka." (Al-A’raf: 27)

Apakah hal itu umum, tidak ada seorangpun yang melihat mereka, ataukah ada sebagian yang melihat mereka dan sebagian tidak?

Maka Syaikhul Islam Rahimahullah menjawab dengan berkata: "Yang ada dalam Al-Qur’an adalah bahwa mereka (jin) melihat manusia dimana manusia tidak melihat mereka, dan ini benar, mengharuskan bahwa mereka melihat manusia pada saat manusia tidak melihat mereka. Dan bukan maksudnya bahwa tiada seorangpun dari manusia yang melihat mereka, bahkan terkadang orang-orang shalih dan yang tidak shalih bisa melihat mereka, hanya saja mereka tidak melihat mereka pada setiap saat.".

Maka dengan sebab bisanya mereka melihat kita dan kita tidak melihat mereka, mereka lancang untuk mengganggu kita dan mudah bagi mereka. Dan orang yang terjaga dari gaangguan mereka adalaah orang yang dijaga oleh Allah.

Sebab Kedua : Banyak syubhat (kerancuan) dan syahwat (hawa nafsu).

Jika makin banyak syubhat dan syahwat pada diri kaum muslimin maka makan banyak pula mereka mengkuti waswas syaithan, dan menerima tipu daya syaithan pada mereka. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: "Sesungguhnya banyaknya waswas itu sesuai dengan banyaknya syubhat dan syahwat, dan penggantungan kalbu kepada yang dicintai yang kalbu bermaksud untuk mengejarnya, serta kepada yang dibenci yang kalbu bermaksud untuk menolaknya". Maka wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk berbekal dengan pemahaman terhadap agama ini, sehingga akalnya mendapatkan cahaya, jiwanya tersucikan, dadanya telapangkan kepada kebenaran, dan kalbunya tertenangkan. Kalau tidak maka apakah engkau menyangka akan selamat dari banyaknya syubhat dan syahwat yang merupakan tempat gembalaan yang subur bagi syaithan.

Sebab Ketiga: Lalainya kalbu dari berdzikir kepada Allah Ta’ala

Allah ta’ala berfirman :
"Dan barangsiapa berpaling dari ajaran Rabb Yang Maha Pemurah, Kami adakan syaithan (yang menyesatkan), maka syaithan itu menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaithan-syaithan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk."(Az-Zukhruf: 36-37)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata sebagaimana dalam "Majmu’ Al-Fatawa" (4/34):"Dan syaithan itu memberikan bisikan dan menghindar. Jika seorang hamba mengingat Rabbnya maka syaithan itu mundur, dan jika ia lalai dari mengingat-Nya maka syaithan menggodanya. Oleh karenanya meninggalkan mengingat Allah ta’ala menjadi sebab dan permulaan akan munculnya keyakinan yang bathil dan keinginnan yang rusak dalam kalbu. Dan termasuk mengingat Allah adalah membaca Al-Qur’an dan memahaminya."

Dan beliau juga berkata dalam sumber yang sama (10/399): "Sesungguhnya yang mencegah syaithan untuk masuk ke dalam kalbu anak Adam as. adalah karena padanya ada dzikir kepada Allah ta’ala yang Allah ta’ala mengutus para rasul-Nya dengan dzikir tersebut. Jika kalbu itu kosong dari dzikir kepada Allah maka syaithan akan menguasainya."

Sebab Keempat: Gangguan manusia terhadap jin dan menyakiti mereka, entah secara sengaja atau tanpa sengaja.

Termasuk yang menyebabkan kelancangan jin mengganggu kaum muslimin adalah adanya gangguan kaum muslimin terhadap mereka. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata dalam "At-Tafsir Al-Kabir" (4/265) dimana beliau berbicara tentang sebab masuknya jin ke dalam diri manusia: "Dan terkadang manusia itu menyakiti mereka jika dia kencing dan mengenai mereka, atau menyiramkan air panas pada mereka atau manusia membunuh sebagian jin atau selain itu semua yang merupakan bentuk-bentuk gangguan. Ini merupakan jenis kerasukan yang paling keras dan betapa banyak orang yang kerasukan ini mereka bunuh."

Dan betapa banyak kaum jin itu yeng memulai menzhalimi kaum muslimin dalam hal ini. Karena mereka menyamar dalm bentuk yang bisa dilihat oleh manusia seperti menjadi ular, ular besar, anjing, kucing dan sebagainya sehingga seorang muslim takut darinya, dan menyangkanya ia adalah makhluk yang ia kenal lalu ia bersegera untuk memukulnya atau membunuhnya sesuai dengan apa yang ia lihat, bukan karena ia ingin menyakiti jin. Dan syari’at islam telah mengijinkan untuk membunuh makhluk yang mengganggu dari sekian makhluk yang disebutkan dan makhluk yang memiliki hukum yang sama dengannya tanpa harus memberi peringatan terlebih dahulu, kecuali ular yang berada dalam rumah maka harus dingatkan dahulu tiga kali atau tiga hari.

Dan juga sebagian jin itu tinggal di tempat sampah dan belakang rumah dan manusia tidak melihatnya, lalu mereka melemparkan segala sesuatu yang lalu mengenai jin sehingga jin melakukan balas dendam.

Intinya: Tidak boleh bagi seorang muslim untuk sengaja mengganggu dan menyakiti jin. Dan hendaknya ia meminta tolong kepada Allah untuk mengatasi mereka jika mereka mengganggunya.

Sebab Kelima: Terjadi dari jalan jatuh cintanya jin laki-laki atau wanita terhadap manusia.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata dalam "An-Nubuwat" (399): "Jin itu terkadang jatuh cinta pada manusia sebagaimana manusia jatuh cinta pada manusia, dan sebagaimana seorang pria mencintai wanita, dan wanita mencintai pria. Maka ia merasa cemburu padanya dan ia mendukung cemburunya itu dengan segala sesuatu. Dan jika yang dia cintai bersama yang lain maka terkadang dia menghukumnya dengan membunuhnya dan selainnya. Dan semua ini nyata terjadi."

Dan beliau juga berkata dalam "At-Tafsir Al-Kabir" (4/265): "Demikian juga wanita kaum jin. Di antara mereka ada yang menginginkan dari manusia yang ia bantu sesuatu yang diinginkan wanita kaum manusia dari para lelaki. Dan ini banyak terjadi pada lelaki dan wanitanya kaum jin. Banyak lelaki kaum in mendapatkan dari wanita kaum manusia perkara yang didapatkan manusia, dan terkadang perkara itu dilakukan pada kaum lelakinya."

Maka wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk selalu berusaha menekuni dzikir syar’i, terkhusu yang terkait dengan dzikir masuk kamar mandi dan dzikir ketika berhubungan badan. Karena bertelanjang tanpa diawali dengan dzikir kepada Allah merupakan sebab jatuh cintanya jin kepada manusia.

Sebab Keenam: Terjadi sebagai bentuk mempermainkan manusia.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata dalam "At-Tafsir Al-Kabir" (4/265) dimana beliau berbicara tentang kelakuan jin mempermainkan manusia: "Dan terkadang pengaruh gangguan jin itu terjadi sebagai bentuk mempermainkan manusia sebagaimana orang-orang bodohnya manusia mempermainkan (orang asing) yang sedang menempuh perjalanan." Semoga Allah mencukupi para hamba-Nya dari kejelekan orang-orang bodoh tersebut dengan mengembalikan mereka pada jalan-Nya, berdoanya mereka kepada-Nya dan ibadah mereka kepada-Nya.

Sebab Ketujuh: Sebagian jin mengganggu manusia untuk memberi pelajaran pada mereka akibat mereka melakukan maksiat dan kebid’ahan.

Terjadi bahwa sebagian jin yang menyamar jadi manusia yang muslim mengabarkan bahwa sebabnya dia merasuki seorang muslim adalah karena muslim ini pelaku maksiat dan kebid’ahan. Dan makna dari hal ini adalah bahwa kaum jin itu terdorong rasa cemburu mereka terhadap islam maka mereka melakukan gangguan terhadap pelaku maksiat dan bid’ah dari kaum muslimin.

Dan sebenarnya hal ini tidaklah dibenarkan dari dua sisi:

Dari sisi bahwa masuknya jin ke tubuh seorang muslim itu haram.
Dari sisi bahwa para jin itu memperlakukan para pelaku maksiat dan kebid’ahan bukan dengan perlakuan
Maka tidak boleh bagi mereka memukul pelaku maksiat dan kebid’ahan tidak pula mengganggu mereka dengan jenis apapun, bahkan tidaklah jin berhak untuk menasehati kaum muslimin, karena nasehat mereka kepada kaum muslimin bisa membuat mereka ketakutan.

Secara garis besar : kebanyakannya terjadinya perlakuan ini terhadap kaum muslimin adalah berasal dari kaum jin yang bodoh meskipun mereka itu muslim.

Sebab Kedelapan: Terjadi sebagai bentuk ujian dan cobaan.

Allah memiliki hikmah dalam perkara yang Dia takdirkan dan tentukan atas seorang hamba yang shalih berupa pengaruh jin padanya, sebagaimana pengaruh syaithan kepada nabi Allah Ayyub as.

Kaitan Islam dan Iman



A. KAITAN ISLAM DAN IMAN

Kalau kita berbicara soal Islam, sedikit banyak akan menyinggung masalah iman. Kenapa? Karena umumnya hitam putih keislaman seseorang selalu diukur dari kadar keimanannya. Itulah sebabnya dalam masyarakat kita ada sebutan, Islam abangan yang lebih dikenal dengan Islam hanya di KTP saja, tanpa melaksanakan ajaran Islam.

Jika begitu, apa kaitan Islam dengan Iman?

Pada hakekatnya iman dan Islam merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Abul A’la Maududi menulis dalam bukunya, To wards Understanding Islam, hal 24: "Hubungan antara Islam dengan iman adalah laksana hubungan antara pohon dengan akarnya. Sebagaimana pohon tidak dapat tumbuh tanpa akarnya. Demikian pula, mustahil seseorang menjadi muslim tanpa memiliki kepercayaan".

Prof. Mahmud Syaltut, mantan rektor Al-Azhar, Mesir memberikan perurnpamaan, bahwa Islam seperti bangunan suatu gedung, sedangkan iman adalah pondasinya. Ia katakan: "Islam ialah

pokok yang tumbuh di atas peraturan-peraturan (Syari’ah Islam). Syari’ah itu ditumbuhkan oleh kepercayaan. Dengan demikian tidaklah terdapat syari’ah dalam Islam melainkan dengan adanya kepercayaan, seperti syari’ah itu tidak mungkin berkembang melainkan di bawah naungan kepercayaan. Kesimpulanya, syari’ah tanpa kepercayaan adalah laksana bangunan yang tinggi tanpa pondasi/dasar." (Al Islam, Aqiedah wa Syari’ah, him.13).

Dari kedua pendapat di atas, jelaslah bahwa iman merupakan masalah yang mendasar dalam Islam. Hal ini bisa kita simak dalam sejarah kemunculan Islam, bahwa Rosulullah saw. selalu memulai kegiatan dakwahnya dengan menanamkan soal keimanan/ kepercayaan. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah, sebelum Nabi saw. hijrah ke Madinah, hampir seluruhnya berkaitan dengan soal kepercayaan.




B. RUKUN IMAN

Apakah iman itu? Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Iman itu adalah engkan percaya kapada (Rukun Iman yang enam): 1) Allah SWT; 2) Malaikat-malaikat-Nya; 3) Kitab-kitab-Nya; 4) Rosul-rosul-Nya; 5) Hari kemudian; dan 6) Takdir yang di gariskan-Nya" (HR. Muslim) Ditegaskan dalam Al-Qur’an: "Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat- Nya, kitab-kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sejauh-jauhnya."(QS. A/An-Nisa: 136)

Berikut kami uraikan keenam rukun iman tersebut.

1. Iman kepada Allah SWT.

Uniat Islam wajib mempercayai sepenuhnya tentang adanya Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, pencipta sekaligus penguasa tunggal alam semesta, pemilik segala keagungan dan kesempurnaan.

Apa buktinya bahwa Tuhan itu Maha Esa? Untuk menjawab pertanyaan ini para ulama kalam mengetengahkan dalil yang dinamai dalil "tolak belakang" - dalam istilah aslinya disebut dalil "At-TamanuYakni apabila ada beberapa Tuhan (andai ada dua Tuhan), pasti akan menjadi bentrokan antar keduanya. Dan bisa dipastikan, masing-masing Tuhan ingin mengalahkan Tuhan yang lain. Akibatnya apabila Tuhan yang satu, misalnya, berkehendak menciptakan alarn semesta, sedangkan yang lain tidak, apa yang bakal terjadi? Bencana!

Timbul pertanyaan: apakah tidak mungkin kedua Tuhan itu berdamai dan bekerja sama dalam mewujudkan alam? Pertanyaan tersebut dijawab oleh Maturidi, seorang ulama kalam terkenal, bahwa kalau di antara Tuhan-Tuhan itu terjadi perdamaian kemudian kerja sama mewujudkan alam, hal itu menunjukkan betapa lemah dan betapa bodohnya tuhan-tuhan tersebut. Berarti juga, mereka tidak berbeda dengan manusia yang saling berkerjasama untuk mewujudkan suatu bangunan.

Dampak positif dari Iman kepada Allah SWT dalam kehidupan manusia, menurut seorang pemikir Islam terkemuka dari Pakistan, Abul A’la Maududi adalah:


menghilangkan pandangan yang sempit dan licik;
menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu pada harga diri;
menumbuhkan sifat rendah hati, sikap damai, dan ikhlas;
membentuk manusia berbudi luhur, dan kesatria;
menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap masalah;
berpendirian teguh, sabar, tab ah, dan penuh optimis; dan
menjadikan manusia patuh pada segala peraturan Tuhan.





2. Iman kepada Malaikat-malaikat-Nya.

Allah memiliki makhluk gaib yang selalu bersujud dan bertasbih kepada-Nya sepanjang waktu, tanpa mengenal lelah, yakni para malaikat. Mereka juga taat dan setia menjalankan segala tugas dari Allah SWT "Dan segala yang ada di langit dan apa yang ada di bumi hanya bersujud kepada Allah yaitu semua makhluk yang bergerak (bernyawa) dan juga para malaikat, dan mereka tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan yang (berkuasa) di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)." (QS. 16/An-Nahl: 49-50). (bacalah bab:Malaikat).

3. Iman kepada Kitab-kitab AllahSWT

Allah SWT mewahyukan ajaran-ajaran-Nya kapada para nabi dan rosul melalui Malaikat Jibril(Ruhul Qudus). Wahyu-wahyu dari Allah SWT itu dihimpun dalam bentuk suhuf (semacam brosur-brosur kecil), dan kitab. Nabi yang mempunyai suhuf, antara lain Nabi Adam as. dan Syist. Sedangkan nabi/rosul yang mempunyai kitab ialah Nabi Musa as. (kitabnya bernama Taurat), Nabi Dawud as. (Zabur), Nabi Isa as. (Injil), dan Nabi Muhammad saw. (Al-Qur’an).

Sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT kita wajib percaya sepenuhnya bahwa suhuf-suhuf dan kitab-kitab tersebut benar-benar himpunan firman Allah SWT. bukan karangan para Nabi itu sendiri. (bacalah bab Kitab-Kitab Suci Terdahulu dan bab: Kitab Suci Al-Qur’an)

4. Percaya kepada Rosul-rosul Allah SWT

Untuk membimbing umat manusia menuju ajaran yang benar, Allah SWT menetapkan manusia-manusia pilihan sebagai utusan-Nya. Mereka adalah nabi dan rosul-Nya. "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. 34/ Saba’: 28). Jumlah nabi dan rosul yang perlu diketahui oleh umat Islam adalah 25 orang - mulai dari Nabi Adam as. sampai Nabi Muhammad saw. (bacalah bab: Nabi & Rosul dan babMuhammac; Rosuhdlah saw.)

5. Iman kepada Hari Kiamat

Kita harus percaya bahwa kehidupan di dunia ini hany; sementara, sedangkan kehidupan yang kekal adalah di alan akhirat kelak. Nah sebagai tanda perpindahan kehidupan uma manusia dari alam dunia ke alam akhirat, Allah menetapkai adanya hari kiamat, yakni hari berakhirnya kehidupan di dunk "Dan sungguh, dia (Isa) benar-benar menjadi pertanda aka datangnya hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentan (kiamat) itu, dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus." (QS. 43/A; Zukhrufi 61)




Kapankah Hari Kiamat tiba?

Hanya Allah SWT yang mengetahui. Nabi Muhammad Rosulullah saw. sendiri hanya mengetahui tanda-tanda menjelang kedatangan hari kiamat. Yang jelas, pada hari kiamat segala sesuatu yang ada di alam semesta ini hancur binasa, setelah itu para mahluk hidup yang telah mati dibangkitkan kembali untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. (bacalah bab: Hari Kiamat)

6. Iman kepada Qodho dan Qodar.

Kita wajib percaya sepenuhnya bahwa dalam menciptakan umat manusia, Allah SWT menetapkan juga usia, rezeki, dan jodohnya. Jadi segala sesuatu yang baik atau yang buruk datangnya dari Allah SWT. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini dari sisi Allah", dan apabila mereka ditimpa suatu keburukan mereka mengatakan, "Ini dari engkau (Muhammad)." Katakanlah, “semuanya (datang) dari sisi Allah." (QS. 4/An-Nisa: 78). Akan tetapi Allah SWT. sendiri mendorong manusia untuk tidak menyerah begitu saja kepada takdir. " Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri." (QS. 13/Ar-Ro’du: 11) Maksudnya adalah Allah SWT tidak akan mengubah keadaan manusia, selama mereka tidak mengubah sebab-sebab kemunduran mereka.

Tiga Macam Manusia

Kafir Mukmin Dan Munafik



DITINJAU dari segi keimanan, manusia dibagi menjadi tiga, yaitu kafir, mukmin, dan munafik.

Al-Qur`an menegaskan bahwa sesungguhnya Allah SWT telah menunjukkan jalan iman kepada semua manusia.

"Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur (kafir)." (QS. 76/Al-Insan: 3).

"Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)Nya, maka Dia (Allah) mengilhamkan kepadanya(jalan) kejahatan dan ketakwaannya`." (QS. 91 /Asy-Syams: 7-8)

Akan tetapi hanya sebagian kecil saja yang beriman. ``Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman, walaupun engkau sangat menginginkannya." (QS. 12/Yusuf 103)

Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "lngatlah, sesung­guhnya anak Adam (umat manusia) diciptakan dari berbagai macam lapisan. Di antara mereka ada yang dilahirkan sebagai orang mukmin, hidup sebagai orang mukmin, dan mati dalam keadaan beriman."

Ada pula yang dilahirkan dalam keadaan kafir, hidup sebagai orang kafir, dan matipun dalam keadaan kafir. Juga ada yang dilahirkan sebagai orang mukmin, lalu hidup sebagai orang mukmin, tetapi mati dalam keadaan kafir.

Sebaliknya ada yang lahir dalam keadaan kafir, dan hidup sebagai orang kafir, tetapi ia mati dalam keadaan beriman. (HR. Tirmidzi dari Abu Sa`id Al-Khudri ra., dengan sanad sahih).

Agar hati kita tetap dalam ketaatan kepada Allah SWT, alangkah baiknya jika kita amalkan doa yang diajarkan dalam sebuah hadits. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Wahai Dzat yang memalingkan hati, teguhkanlah hati kami pada agama-Mu. Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami dalam ketaatan kepada-Mu". (HR. Tirmidzi, dan Hakim).

Golongan Malaikat


Ditinjau dari kedudukan dan tugasnya, para malaikat di kelompokkan dalam 8 (delapan) golongan.

  1. Malaikat Hamalatul ’Arsy, yaitu para malaikat pemikul Arsy. Mereka adalah malaikat yang pertama diciptakan, dan menempati tingkat tertinggi.
  2. Malaikat Haffun, yaitu para malaikat yang mengelilingi Arsy.
  3. Malaikat Ruhaniyun, adalah kelompok malaikat bangsa ruhani, yang selalu bertasbih dan bertahlil dengan suara keras.
  4. Malaikat Karobiyyun, adalah kepala-kepala malaikat yang berada di sekitar Arsy.
  5. Malaikat Safaroh, adalah para malaikat yang menjadi penghubung antara Allah dengan para nabi dan orang-orang saleh. Tugas mereka adalah melaksanakan perintah-perintah Allah SWT. Selain itu menyampaikan wahyu kepada para nabi dan rosul, dan menyampaikan ilham dan mimpi kepada para nabi dan orang-orang saleh. Yang tergolong dalam malaikat safaroh, ialah Jibril as., Mikail as., Isrofil as., dan Izroil as.
  6. Malaikat Hafadhoh, adalah malaikat yang menjaga manusia. Jumlahnya dua puluh malaikat.
  7. Malaikat Katabah, adalah malaikat yang memindahkan ketetapan-ketetapan dari Lauh Mahfudh.
  8. Malaikat Zabaniyah, adalah malaikat yang menyiksa orang-orang berdosa.

MENGENAL MAKHLUK JIN



Pada dasarnya jin itu adalah makhluk ghaib yang tidak dapat dilihat dengan panca indera manusia dalam keadaan normal. Selain itu jin juga bisa berubah bentuk menjadi apa saja sehingga sulit meyakinkan diri mengenai bentuk jin yang aslinya itu yang mana.

Jin itu Ada Berapa Jenis?

Dari Abu Tsa‘labah al-Khosyani berkata, Rasulullah bersabda, “Jin itu ada tiga jenis; Ada yang bersayap dan terbang di udara, dan ada yang berjenis ular dan kalajengking, dan ada yang menetap atau berpindah-pindah.” (HR. Thabrani dan al-Hakim dengan sanad yang shahih, dan dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani, lihat Kitab Shahihil Jami‘ as-Shaghir: 3/ 85).

Allah azza wa jalla menciptakan jin ada 3 macam : 1 berupa ular dan kalajengking dan binatang-binatahng kotor lainnya di muka bumi (berwujud binatang), 1 macam berupa angin dan 1 macam lagi berupa (wujud seperti) yang mendapat hisab dan siksa (H.R. Abu Syaikh dari Abu Darda) (Hadits ini didhoifkan oleh Imam Suyuthi)

Dari hadits di atas kita mengetahui bahwa jin itu ada banyak macamnya, namun secara garis besar bisa terbagi tiga jenis, yaitu yang tanpa wujud (berupa gas atau Rasulullah s.a.w. menyebutnya seperti angin), termasuk dalam katagori ini yang bersayap dan terbang di udara. Lalu ada jin yang berjenis binatang-binatangan, seperti jin ular, harimau, monyet, kelelawar, kalajengking, tikus, kucing, anjing, dan binatang-binatang kotor lainnya. Dan ada lagi yang katagori berbentuk mirip manusia, misalnya jin seperti kuntilanak, genderuwo, grendongan, buto ijo, termasuk yang bertubuh seperti manusia tapi tidak sempurna atau separuh binatang separuh manusia.

Dan selain dari segi bentuknya, jin ada juga yang terbagi menjadi yang menetap tidak bisa berpindah-pindah dengan sendirinya seperti tanaman, sehingga kalau hendak dipindah harus dipindahkan, dan ada yang bisa berpindah-pindah / berjalan/ terbang.

Sedangkan dari segi agama atau keimanannya, jin itu ada jin kafir dan jin muslim. Di antara kalangan bangsa jin juga ada yang jahil, bodoh, tidak beragama, atau menyembah matahari, menyembah sesama jin, animisme dinamisme, namun ada juga yang beragama majusi, zoroaster, agama majusi, yahudi, nasrani, dan juga muslim. Hal ini sebagaimana layaknya manusia yang memiliki keyakinan dan aqidah yang berbeda-beda.

Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shalih, dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (Q.S. Al-Jin [72] : 11).

Dan sesungguhnya di antara kami ada jin-jin yang taat dan ada jin-jin yang menyimpang(Q.S. Al Jiin [72] : 14)

Apakah Jin Memiliki Jenis Kelamin?

Hadits Rasulullah SAW mengisyaratkan adanya jenis kelamin jantan dan betina pada bangsa Jin :

Dari Zaid bin Arqam, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya jamban-jamban (WC) itu dihuni oleh Jin. Oleh karena itu, apabila seseorang di antara kalian masuk jamban (WC), maka katakanlah: Allahumma inni audzubika minal khubutsi wal khabaits (Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari gangguan jin laki-laki dan jin perempuan” (H.R. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad)

Apakah Jin Kawin Dan Memiliki Keturunan?

Ya, Iblish sebagai nenek moyang jin disebutkan dalam Al-Qur’an ia memiliki keturunan.

Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan keturunan-keturunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku? sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim (Q.S. Al-Kahfi [18] : 50).

Maka jika dalam hadits dikatakan jin itu memiliki jenis kelamin (artinya juga memiliki kelamin), dan Iblish juga memiliki keturunan, maka mereka pasti juga kawin dan bersetubuh sebagaimana manusia dan binatang serta makhluk-makhluk lain melakukan percampuran lawan jenis untuk berkembang biak



Bagaimanakah Bentuk Fisik Jin?

a. Jin Memiliki Tanduk

Rasulullah Saw bersabda: “Janganlah kalian bermaksud untuk shalat pada waktu matahari terbit juga pada waktu pas matahari terbenam, karena pada kedua waktu itu saat dimana dua tanduk setan muncul” (H.R. Muslim)

Mengenai pengertian dua tanduk setan ini menurut Imam Nawawi para ulama berbeda pendapat, ada yang mengartikan bahwa ketika manusia shalat pas pada waktu itu maka setan akan mengikuti dengan kedua tanduknya dan ada pula yang berpendapat ketika orang kafir sujud kepada matahari maka setan berdiri di sana agar mengira dirinyalah yang disembah, ada juga yang mengartikan secara kiasan bahwa tanduk di situ artinya adalah kesombongan dari setan (Shahih Muslim bi Syarh An Nawawi Juz IV /124)

b. Jin Berukuran Kecil

Ibn Az-Zubair meriwayatkan bahawa suatu ketika ia melihat seorang lelaki memakai pakaian yang biasa digunakan ketika bepergian tingginya satu jengkal (20 -30 cm) lalu Ibnu Az-Zubair bertanya : “ Siapa engkau ini ?” Makhluk itu menjawab : “Aku Izib”. Ibnu Az-Zubair berkata : “Apa Izib itu?” Makhluk itu menjawab : “Izib ya Izib”. Lalu Ibnu Az-Zubair memukulnya dengan tongkatnya hingga makhluk itu lari terbirit-birit. (Al-Syibli Al Hanafi dalam Ahkam Al Marjan fi Ghara’ib Al Akhbar wa Ahkam al Jan hal 224)

Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa jika dibacakan bismillah, jin akan mengecil sebesar lalat (mungkin ini adalah ukuran aslinya jin)

Dari Usamah bin Umari ia berkata : Nabi SAW tersandung lalu saya katakan (Usamah sedang berbonceng unta dengan Nabi) : “Celakalah setan!” Nabi SAW bersabda : “Jangan kamu katakan begitu, ia akan menjadi besar dan sombong (karena seolah jin mampu mencelakakan manusia)” Lalu beliau bersabda : “Layalamlah dengan kekuatanku aku melawannya, bila engkau membaca basmalah maka dia akan mengecil seperti lalat “ (H.R Ahmad, Ibnu Mardawaid dan Imam Nawawi)

c. Jin Memiliki Sayap

Imam adh-Dhahhak pernah ditanya: “Apakah setan mempunyai sayap?” ia menjawab: “Bagaimana mereka dapat terbang menuju langit kalau mereka tidak memiliki sayap” (H.R. Ibnu Jarir)

Namun pendapat ini adalah mauquf (berhenti) pada perkataan Imam Adh-Dhahak dan bukanlah perkataan Rasulullah SAW, maka pendapat ini bisa jadi salah. Adapun logika pada masa itu mengatakan bahwa segala sesuatu yang terbang pastilah harus memiliki sayap, padahal pada masa modern ini diketahui bahwa sesuatu bisa terbang tanpa sayap.

Yang benar adalah jin itu dari partikel yang bersifat gas sebagaimana diceritakan dalam salah satu hadits. Sehingga tidak diperlukan sayap untuk dapat terbang. Karena sifat gas adalah melayang dan tanpa bentuk.

Dalam kitab Al-Sihr wa al-Saharah wa al-Mashurum disebutkan banyak hadis yang menyebut sahabat nabi melihat jin dalam bentuk tidak asli, di antaranya sahabat nabi yang bernama Abdullah bin Mas’ud melihat jin seperti orang2 Sudan, atau dari Hindia, terkadang seperti burung nasar. Ibnu Mas’ud, yang menemani Nabi Muhammad s.a.w. saat jin datang untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an, menggambarkan mereka sebagai makhluk dengan bentuk yang berbeda-beda, beberapa menyerupai burung bangkai (burung nasar) dan ular, yang lain berupa laki-laki berperawakan tinggi berpakaian putih.

d. Jin Seperti Manusia

Sahl bin Abdullah telah menceritakan ketika aku berada di salah satu kawasan tempat kaum ‘Ad tiba-tiba aku melihat suatu kota yang terbuat dari batu yang dilubangi. Di lubang batu itu yakni di tengahnya terdapat sebuah gedung yang dijadikan tempat tinggal para jin. Lalu aku memasukinya, maka tiba-tiba aku bertemu seorang yang sudah tua dan sangat besar tubuhnya sedang mengerjakan shalat. Orang tua itu memakai jubah dari bulu yang dianyam dengan sangat indahnya (Imam Ibnu Jauzi dalam Kitab Shafwatush Shafwah)

e. Jin Seperti Ular

Dari Ibrahim dari Ibnu Mas’ud, katanya : “Bunuhlah semua Ular kecuali jin putih yang bentuknya seperti tongkat perak”. (H.R. Abu Daud) Al Mudziri berkata hadits ini munqothi’ sebab Ibrahim tidak pernah bertemu Ibnu Mas’ud

Rasulullah Saw bersabda: “Ular-ular itu adalah jin yang mengubah rupa dan bentuknya sebagaimana Bani Israil yang berubah bentuk menjadi rupa monyet dan babi” (H.R. Thabrani dengan sanad yang sahih)

f. Jin Seperti Tikus

Ibnu Abbas berkata: “Suatu hari seekor tikus datang menyeret kain yang dipintal kemudian dilemparkan ke hadapan Rasulullah Saw yang sedang duduk di atas tikar. Kemudian kain dipintal yang dibawa tikus tadi terbakar persis sebesar uang dirham. Rasulullah Saw Kemudian bersabda: “Apabila kalian tidur, matikanlah lampunya, karena syaithan seringkali berwujud seekor tikus” (H.R. Abu Dawud dengan sanad shahih).

8 Syarat Cara Bertobat

Agar bertaubat dapat sungguh-sungguh dan diterima Allah maka dibutuhkan syarat. Syarat- syarat taubat yaitu:


1. Islam, tidak sah taubat dari dosa dan kemaksiatan kecuali dari seorang muslim, sebab taubatnya orang kafir adalah masuk islam. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya:


وَلاَ الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُوْلَـئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَاباً أَلِيماً


“Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Qs. An Nisaa:18)


2. Ikhlas. Tidak sah taubat seseorang kecuali dengan ikhlas dengan cara menujukan taubatnya tersebut semata mengharap wajah Allah, ampunan dan penghapusan dosanya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إلاَّ مَا كَانَ خَالِصًا وَ ابْتَغَي بِهِ وَجْهَ الله


“Sesungguhnya Allah tidak menerima satu amalan kecuali dengan ikhlas dan mengharap wajahNya.”
Sehingga seorang yang bertaubat atau meninggalkan perbuatan dosa karena bakhil atas hartanya atau takut dicela orang atau tidak mampu melakukannya tidak dikatakan bertaubat secara syar’I menurut kesepakatan para ulama. Oleh karena itu kata taubat dalam Al Qur’an mendapat tambahan kata ‘kepada Allah’, seperti firman Allah:


إِن تَتُوبَآ إِلَى اللهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا


“Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)” (Qs. At Tahrim:4)


3. Mengakui dosanya. Tidak sah taubat kecuali setelah mengetahui, mengakui dan memohon keselamatan dari akibat jelek dosa yang ia lakukan, sebagaimana disampaikan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kepada A’isyah dalam kisah Fitnatul Ifki:


بَعْدُ يَا عَائِشَةُ فَإِنَّهُ قَدْ بَلَغَنِي عَنْكِ كَذَا وَكَذَافَإِنْ كُنْتِ بَرِيئَةً فَسَيُبَرِّئُكِ اللَّهُ وَإِنْ كُنْتِأَلْمَمْتِ بِذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرِي اللَّهَ وَتُوبِي إِلَيْهِ فَإِنَّالْعَبْدَ إِذَا اعْتَرَفَ بِذَنْبِهِ ثُمَّ تَابَ إِلَى اللَّهِ تَابَاللَّهُ عَلَيْه


Amma ba’du, wahai A’isyah sungguh telah sampai kepadaku berita tentangmu bagini dan begitu. Apabila kamu berlepas (dari berita tersebut) maka Allah akan membersihkanmu dan jika kamu berbuat dosa tersebut, maka beristighfarlah kepada Allah dan bertaubatlah kepadaNya. Karena seorang hamba bila mengakui dosanya kemudian bertaubat kepada Allah niscaya Allah akan menerima taubatnya. (HR Al Bukhori).


4. Menyesali perbuatan dosa yang pernah dilakukannya. Penyesalan memberikan tekad, kemauan dan pengetahuan kepada pelakunya bahwa kemaksiatan yang dilakukannya tersebut akan menjadi penghalang dari Rabbnya, lalu ia bersegera mencari keselamatan dan tidak ada jalan keselamatan dari adzab Allah kecuali berlindung kepadaNya, sehingga muncullah taubat dalam dirinya. Oleh karena itu tidak terwujud taubat kecuali dari penyesalan, sebab tidak menyesali perbuatannya adalah dalil keridhoan terhadap kemaksiatan tersebut, seperti disabdakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :


النَّدَمُ تَوْبَةٌ


“Penyesalan adalah taubat.”


5. Berlepas dan meninggalkan perbuatan dosa tersebut apabila kemaksiatannya adalah pelanggaran larangan Allah dan bila kemaksiatannya berupa meninggalkan kewajiban maka cara meninggalkan perbuatan dosanya adalah dengan melaksanakannya. Ini termasuk syarat terpenting taubat. Dalilnya adalah firman Allah:


“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah – Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui.” (Qs. Al Imran:135)


Al Fudhail bin Iyaadh menyatakan: “Istighfar tanpa meninggalkan kemaksiatan adalah taubat para pendusta.”


6. Berazzam dan bertekad tidak akan mengulanginya dimasa yang akan datang.


7. Taubat dilakukan pada masa diterimanya taubat. Apa bila bertaubat pada masa ditolaknya seluruh taubat manusia, maka tidak berguna taubatnya. Masa tertolaknya taubat ini di tinjau dari dua sisi:


a. Dari pelaku itu sendiri, maka waktu taubatnya sebelum kematian. Apabila bertaubat setelah sakaratul maut, maka taubatnya tidak diterima. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya :


وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ وَلاَ الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُوْلَـئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَاباً أَلِيماً


“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang” Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Qs. 4:18)


Hal inipun disampaikan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya:


إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْد مَا لَمْ يُغَرغِرْ


“Sesungguhnya Allah menerima taubat hambaNya selama belum sakaratul maut.”


Oleh karena itu Allah tidak menerima taubat Fir’aun ketika tenggelam, seperti dikisahkan dalam firmanNya:


وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْياً وَعَدْواً حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنتُ أَنَّهُ لا إِلِـهَ إِلاَّ الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ


Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia:”Saya percaya bahwa tidak ada Ilah melainkan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (Qs. Yunus:90-92)


b. Dari manusia secara umum. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyatakan :


الْهِجْرَةُ لاَ تَنْقَطِعُ حَتَّى تَنْقَطِعَ الْتَوْبَةُ وَلاَ تَنْقَطِعُ الْتَوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا


“Hijroh tidak terputus sampai terputusnya taubah dan taubat tidak terputus sampai matahari terbit dari sebelah barat.”


Dan sabda beliau :


إِنَّاللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَمُسِيئُ النَّهَارِوَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيئُ اللَّيْلِ حَتَّىتَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا


“Sesungguhnya Allah Ta’ala selalu membuka tangan-Nya di waktu malam untuk mene-rima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang hari, dan Allah membuka tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di malam hari. Begitulah, hingga matahari terbit dari barat.”
Apabila matahari telah terbit dari barat maka taubat seorang hamba tidak bermanfaat, sebagaimana ditegaskan Allah dalam firmanNya :


هَلْ يَنظُرُونَ إِلاَّ أَن تَأْتِيهُمُ الْمَلآئِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لاَ يَنفَعُ نَفْساً إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِن قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْراً قُلِ انتَظِرُواْ إِنَّا مُنتَظِرُونَ


“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Rabbmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfa’at lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah:”Tunggulah olehmu sesungguhnya kamipun menunggu(pula)” “. (Qs. Al An’am: 158)


8. Khusus yang berhubungan dengan orang lain maka ada tambahan berlepas dari hak saudaranya, apabila itu berupa harta atau sejenisnya, maka mengembalikannya kepadanya dan bila berupa hukuman menuduh (zina) maka memudahkan hukuman atau memohon maaf darinya dan bila nerupa ghibah, maka memohon dihalalkan dari ghibah tersebut.


Syaikh Muhammad Ibnu Shalih Al Utsaimin berkata: “Adapun bila dosa tersebut antara kamu dengan manusia, apabila berupa harta, harus menunaikannya kepada pemiliknya dan tidak diterima taubtanya kecuali dengan menunaikannya. Contohnya kamu mencuri harta dari seseorang lalu kamu bertaubat dari hal itu, maka kamu harus menyerahkan hasil curian tersebut kepada pemiliknya. Juga contoh lain, kamu mangkir dari hak seseorang, seperti kamu punya tanggungan hutang lalu mangkir darinya, kemudian kamu bertaubat, maka kamu harus pergi kepada orang yang bersangkutan dan memeberikan pengakuan dihadapannya sehingga ia mengambil haknya. Apabila orang tersebut telah meninggal dunia, maka kamu berikan kepada ahli warisnya. Apabila tidak tahu atau ia menghilang darimu dan kamu tidak mengetahui keberadaannya maka bersedekahlah dengan harta tersebut atas namanya agar bebas dari (kewajiban) tersebut dan Allahlah yang mengetahui dan menyampaikannya kepadanya. Apabila kemaksiatan yang kamu lakukan terhadap orang lain berupa pemukulan atau sejenisnya, maka datangilah ia dan mudahkanlah ia untuk membalas memukul kamu seperti kamu memukulnya. Apa bila yang dipukul punggung maka punggung yang dipukul dan bila kepala atau bagian tubuh lainnya maka hendaklah ia membalasnya.


Hal ini didasarkan pada firman Allah:


وَجَزَاء سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا


Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, (Qs. 42:40)


فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُواْ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ


Dan firmanNya:


Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.(Qs. 2:194)


Apabila berupa perkataan (menyakitinya dengan perkataan), seperti kamu mencela, menjelek-jelekinya dan mencacinya dihadapan orang banyak, maka kamu harus mendatanginya dan meminta maaf darinya dengan apa saja yang telah kamu berdua sepakati, sampai-sampai seandainya ia tidak memaafkan kamu kecuali dengan sejumlah uang maka berilah. Sedang yang ke empat adalah apabila hak orang lain tersebut berupa ghibah, yaitu kamu pernah membicarakannya tanpa sepengetahuan nya dan kamu menjelek-jelekkannya dihadapan orang banyak ketika ia tidak ada. Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang menyatakan ia harus mendatanginya dengan menyatakan: “Wahai fulan saya pernah merumpi (menggibahi) kamu dihadapan orang maka saya mohon kamu memaafkan saya dan menghalalkannya”. Sebagian ulama menyatakan: “Tidak menemuinya namun harus diperinci permasalahannya. Apabila orang tersebut telah mengetahui perbuatan ghibah tersebut, maka harus menemuinya dan minta dimaafkan. Namun bila tidak mengetahuinya maka jangan berangkat menemuinya namun cukup memintkan ampunan untuknya dan menyampaikan kebaikan-kebaikannya dimajlis-majlis yang kamu pernah gunakan dalam menggibahinya, karena kebaikan-kebaikan menghapus kejelekan”. Inilah pendapat yang rajih (kuat)”.


Sedangkan Syaikh Saalim bin Ied Al Hilali memberikan syarat bila tidak menimbulkan mafsadat yang lebih besar lagi. Beliau berkata: “Apabila dosa itu berupa ghibah maka ia meminta dihalalkan (dimaafkan) selama tidak mebnimbulkan mafsadat lain akibat dari permintaan maaf itu sendiri. Apabila menimbulkan maka yang wajib baginya adalah mencukupkan dengan mendoakan kebaikan untuknya.”


Lalu bagaimana bisa menyesali perbuatan dosa tentunya dengan mengingat kebesaran Allah yang kita maksiati dan akibat buruk dari dosa tersebut di dunia dan akhirat. Mudah-mudahan bermanfaat.

Proses Penciptaan Manusia Dan Ditetapkannya Amalan Hamba

عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ: إنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ، فَوَاللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ غُيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)

Dari Abu ‘Abdir-Rahman ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menuturkan kepada kami, dan beliau adalah ash-Shadiqul Mashduq (orang yang benar lagi dibenarkan perkataannya), beliau bersabda,"Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka dengan itu ia memasukinya. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli surga, maka dengan itu ia memasukinya". [Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim]

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh
1. Imam al Bukhari dalam Shahih-nya, pada kitab Bada-ul Khalq, Bab Dzikrul Mala-ikah (no. 3208), kitab Ahaditsul Anbiya` no. 3332. Lihat juga hadits no. 6594 dan 7454.
2. Imam Muslim dalam Shahih-nya, pada kitab al Qadar no. 2643.
3. Imam Abu Dawud no. 4708.
4. Imam at-Tirmidzi no. 2138.
5. Imam Ibnu Majah no. 76.

SYARAH (PENJELASAN) HADITS
Hadits ini mengandung beberapa pelajaran berharga, sebagai berikut:

1. Tahapan Penciptaan Manusia.
Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan tentang awal penciptaan manusia di dalam rahim seorang ibu, yang berawal dari nuthfah (bercampurnya sperma dengan ovum), ‘alaqah (segumpal darah), lalu mudhghah (segumpal daging). Allah Ta’ala berfirman:

"Hai manusia, kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur); maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah" [al Hajj/22:5]

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan tentang tahapan penciptaan manusia di dalam rahim seorang ibu. Oleh karena itu, apabila ada seseorang yang ragu tentang dibangkitkannya manusia dari kuburnya dan ragu tentang dikumpulkannya manusia di padang Mahsyar pada hari Kiamat, maka Allah memerintahkan untuk mengingat dan melihat bagaimana seorang manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, Dia mengembalikan manusia (dari mati menjadi hidup kembali) lebih mudah daripada menciptakannya.
Juga firman-Nya:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat" [al Mu’minun/23:12-16].

Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan bahwa Adam -manusia pertama-diciptakan dari saripati tanah, kemudian manusia-manusia sesudahnya diciptakan-Nya dari setetes air mani.

Adapun tahapan penciptaan manusia di dalam rahim adalah sebagai berikut:
Pertama. Allah menciptakan manusia dari setetes air mani yang hina yang menyatu dengan ovum, Allah Ta’ala berfirman:

ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِن سُلَالَةٍ مِّن مَّاءٍ مَّهِينٍ ٣٢:٨

"Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). [as-Sajdah/32:8]

أَلَمْ نَخْلُقكُّم مِّن مَّاءٍ مَّهِينٍ ٧٧:٢٠

"Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina". [al Mursalat/77:20].

خُلِقَ مِن مَّاءٍ دَافِقٍ يَخْرُجُ مِن بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ

"Dia diciptakan dari air yang terpancar (yaitu mani). Yang keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan". [ath-Thariq/86: 6-7].

Bersatunya air mani (sperma) dengan sel telur (ovum) di dalam rahim ini disebut dengan nuthfah.

Kedua : Kemudian setelah lewat 40 hari, dari air mani tersebut, Allah menjadikannya segumpal darah yang disebut ‘alaqah.

خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ٩٦:٢

"Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah". [al ‘Alaq/96:2].

Ketiga : Kemudian setelah lewat 40 hari -atau 80 hari dari fase nuthfah- fase ‘alaqah beralih ke fase mudhghah, yaitu segumpal daging. Allah Ta’ala berfirman:

ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ

"Kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna". [al Hajj/22:5].

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ ٢٣:١٤

"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik". [al Mu’minun/23:14].

Keempat : Kemudian setelah lewat 40 hari -atau 120 hari dari fase nuthfah- dari segumpal daging (mudhghah) tersebut, Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan daging yang bertulang, dan Dia memerintahkan malaikat untuk meniupkan ruh padanya serta mencatat empat kalimat, yaitu rizki, ajal, amal dan sengsara atau bahagia. Jadi, ditiupkannya ruh kepada janin setelah ia berumur 120 hari.

2. Peniupan Ruh.
Para ulama sepakat, bahwa ruh ditiupkan pada janin ketika janin berusia 120 hari, terhitung sejak bertemunya sel sperma dengan ovum. Artinya, peniupan tersebut ketika janin berusia empat bulan penuh, masuk bulan kelima. Pada masa inilah segala hukum mulai berlaku padanya. Karena itu, wanita yang ditinggal mati suaminya menjalani masa ‘iddah selama empat bulan sepuluh hari, untuk memastikan bahwa ia tidak hamil dari suaminya yang meninggal, agar tidak menimbulkan keraguan ketika ia menikah lagi lalu hamil.

Ruh adalah sesuatu yang membuat manusia hidup dan ini sepenuhnya urusan Allah, sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya, yang artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “ruh itu termasuk urusan tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". [al Isra`/17:85]

3. Wajibnya Beriman Kepada Qadar.
Hadits ini menunjukkan, bahwa Allah Subahanhu wa Ta'ala telah mentakdirkan nasib manusia sejak di alam rahim. Pada hakikatnya, Allah telah mentakdirkan segala sesuatu sejak 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.

"Allah telah mencatat seluruh takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi" [1].

Kemudian di alam rahim, Allah Ta’ala pun memerintahkan malaikat untuk mencatat kembali empat kalimat, yaitu rizki, ajal, amal, sengsara atau bahagia.

- Rizki.
Allah Yang Maha Pemurah telah menetapkan rizki bagi seluruh makhluk-Nya, dan setiap makhluk tidak akan mati apabila rizkinya belum sempurna. Allah Ta’ala berfirman:

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)".[Hud/11:6].

"Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rizkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rizki kepadanya juga kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [al Ankabut/29:60].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَوْفِي رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ خُذُوْا مَا حَلَّ وَدَعُوْا مَا حَرُمَ.

"Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati hingga sempurna rizkinya. Meskipun (rizki itu) bergerak lamban. Maka, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram".[2]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan penjelasan tentang rizki ini dengan perumpamaan yang sangat mudah dipahami, dan setiap orang hendaknya dapat mengambil pelajaran darinya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ؛ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا.

"Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberi kalian rizki sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung, yang pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang".[3]

Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berjalan mencari maisyah (pekerjaan/usaha) untuk mendapatkan rizki. Allah Ta’ala berfirman:

"Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan". [al-Mulk/67:15].

Rizki akan mengejar manusia, seperti maut yang mengejarnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:

إِنَّ الرِّزْقَ لَيَطْلُبُ الْعَبْدَ كَمَا يَطْلُبُهُ أَجَلُهُ.

"Sesungguhnya rizki akan mengejar seorang hamba seperti ajal mengejarnya".[4]

- Ajal.
Allah Maha Kuasa untuk menghidupkan makhluk, mematikan, dan membangkitkannya kembali. Dan setiap makhluk tidak mengetahui berapa jatah umurnya, juga tidak mengetahui kapan serta dimana akan dimatikan oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:

"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur". [ali ‘Imran/3:145]

Ajal makhluk Allah sudah tercatat, tidak dapat dimajukan atau diundurkan. Allah Ta’ala berfirman:

"Tiap-tiap umat mempunyai ajal (batas waktu); maka apabila telah datang waktu (ajal)nya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun, dan tidak dapat (pula) memajukannya". [al A’raf/7: 34].

-Amal.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mencatat amal-amal setiap makhluk-Nya, baik dan buruknya. Akan tetapi setiap makhluk Allah pasti akan beramal, amal baik atau pun amal buruk. Dan Allah dan Rasul-Nya memerintahkan para hamba-Nya untuk beramal baik.

- Celaka atau Bahagia.
Yang dimaksud “celaka” dalam hadits ini ialah, orang yang celaka dengan dimasukkannya ke neraka. Sedangkan yang dimaksud “bahagia”, yaitu orang yang sejahtera dengan dimasukkannya ke dalam surga. Hal ini telah tercatat sejak manusia berusia 120 hari dan masih di dalam rahim, yaitu apakah ia akan menjadi penghuni neraka atau ia akan menjadi penghuni surga. Akan tetapi, “celaka” dan “bahagia” seorang hamba tergantung dari amalnya selama hidupnya.

Tentang keempat hal tersebut, tidak ada seorang pun yang mengetahui hakikatnya. Oleh karenanya, tidak boleh bagi seseorang pun enggan untuk beramal shalih, dengan alasan bahwa semuanya telah ditakdirkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Memang benar, bahwa Allah telah mentakdirkan akhir kehidupan setiap hamba, namun Dia Yang Maha Bijaksana juga menjelaskan jalan-jalan untuk mencapai kebahagiaan. Sebagaimana Allah Yang Maha Pemurah telah mentakdirkan rizki bagi setiap hamba-Nya, namun Dia juga memerintahkan hamba-Nya keluar untuk mencarinya.

Apabila ada yang bertanya, untuk apalagi kita beramal jika semuanya telah tercatat (ditakdirkan)?

Maka, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan hal ini ketika menjawab pertanyaan Sahabat Suraqah bin Malik bin Ju’syum Radhiyallahu 'anhu. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اِعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ، أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ.

"Beramallah kalian, karena semuanya telah dimudahkan oleh Allah menurut apa yang Allah ciptakan atasnya. Adapun orang yang termasuk golongan orang-orang yang berbahagia, maka ia dimudahkan untuk beramal dengan amalan orang-orang yang berbahagia. Dan adapun orang yang termasuk golongan orang-orang yang celaka, maka ia dimudahkan untuk beramal dengan amalan orang-orang yang celaka".[5]

Orang yang beramal baik, maka Allah akan memudahkan baginya untuk menuju surga. Begitu pun orang yang beramal keburukan, maka Allah akan memudahkan baginya untuk menuju neraka. Hal ini menunjukkan tentang kesempurnaan ilmu Allah, juga sempurnanya kekuasaan, qudrah dan iradah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Meskipun setiap manusia telah ditentukan menjadi penghuni surga atau menjadi penghuni neraka, namun setiap manusia tidak dapat bergantung kepada ketetapan ini, karena setiap manusia tidak ada yang mengetahui apa-apa yang dicatat di Lauhul Mahfuzh. Kewajiban setiap manusia adalah berusaha dan beramal kebaikan, serta banyak memohon kepada Allah agar dimasukkan ke surga.

Meskipun setiap manusia telah ditakdirkan oleh Allah Ta’ala demikian, akan tetapi Allah tidak berbuat zhalim terhadap hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

مَّنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ ٤١:٤٦

"Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih, maka (pahala-nya) untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba(Nya)". [Fushshilat/41:46].

Setiap manusia diberi oleh Allah berupa keinginan, kehendak, dan kemampuan. Manusia tidak majbur (dipaksa oleh Allah). Allah Ta’ala berfirman:

لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ ٨١:٢٨
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ ٨١:٢٩

"(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam". [at-Takwir/:28-29].

Orang yang ditakdirkan oleh Allah untuk menuju surga, maka dia pun akan dimudahkan oleh Allah untuk melakukan amalan-amalan shalih. Begitu juga orang yang ditakdirkan oleh Allah untuk menuju neraka, maka dia pun dimudahkan oleh Allah untuk melakukan amalan-amalan kejahatan.

Saturday 18 October 2014

Untukmu Para Pengantin Baru



Menjadi pasangan pengantin baru merupakan kebahagian tersendiri bagi kedua mempelai. Rasa bahagia itu begitu menyentuh qalbu yang paling dalam, hati seakan tak mampu menampung rasa bahagia yang telah meluap memenuhi relung hati. Namun begitu, kebahagian menjadi pengantin baru akan terasa lebih sempurna tatkala telah melewati kebersamaan dimalam pertama dengan penuh cinta. Malam dimana seseorang bisa menyalurkan hasratnya melalui jalan yang diridhai Allah. Sehingga, dengannya tak sekedar kenikmatan yang diperoleh tapi juga pahala dapat diraih. Nilai pahala akan lebih bertambah seiring bertambahnya rasa kasih dan sayang antara kedua mempelai manakala berhias dengan adab-adab saat menuju peraduan cinta, sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu a’laihi wasallam sebagai pembawa syariat Islam yang sempurna.

Diantara adab-adabnya adalah sebagai berikut :
Sebelum bermalam pertama, sangat disukai untuk memperindah diri masing-masing dengan berhias, memakai wewangian, serta bersiwak.
Berdasarkan sebuah hadits dari Asma’ binti Yasid radhiyallaahu ‘anha ia menuturkan, “Aku merias Aisyah untuk Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam. Setelah selesai, aku pun memanggil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun duduk di sisi Aisyah. Kemudian diberikan kepada beliau segelas susu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminum susu tersebut dan menyerahkannya pada Aisyah. Aisyah menundukkan kepalanya karena malu. Maka segeralah aku menyuruhnya untuk mengambil gelas tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR Ahmad, sanad hadits ini dikuatkan oleh Al-Allamah Al-Muhadits Al-Albani dalam Adabul Zifaf].


Adapun disunnahkannya bersiwak, karena adab yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau selalu bersiwak setiap setiap hendak masuk rumah sebagaimana disebutkan oleh Aisyah radhiyallaahu ‘anha dalam Shahih Muslim. Selain itu akan sangat baik pula jika disertai dengan mempercantik kamar pengantin sehingga menjadi sempurnalah sebab-sebab yang memunculkan kecintaan dan suasana romantis pada saat itu.
Hendaknya suami meletakkan tangannya pada ubun-ubun istrinya seraya mendoakan kebaikan dengan doa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan :

اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya (istri) dan kebaikan tabiatnya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan tabiatnya.”[HR. Bukhari dari sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallaahu 'anhu].
Disunnahkan bagi keduanya untuk melakukan shalat dua rakaat bersama-sama. Syaikh Al Albani dalam Adabuz Zifaf menyebutkan dua atsar yang salah satunya diriwayatkan oleh Abu Bakr Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf dari sahabat Abu Sa’id, bekat budak sahabat Abu Usaid, beliau mengisahkan bahwa semasa masih menjadi budak ia pernah melangsungkan pernikahan. Ia mengundang beberapa sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya Abdullah bin Mas’ud, Abu Dzarr, dan Hudzaifah.

Abu Sa’id mengatakan, “Mereka pun membimbingku, mengatakan, ‘Apabila istrimu masuk menemuimu maka shalatlah dua rakaat. Mintalah perlindungan kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari kejelekan istrimu. Setelah itu urusannya terserah engkau dan istrimu. “Dalam riwayat Atsar yang lain Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu mengatakan, perintahkan isrtimu shalat dibelakangmu.”
Ketika menjumpai istri, hendaknya seorang suami berprilaku santun kepada istrinya semisal dengan memberikan segelas minuman atau yang lainnya sebagimana dalam hadits di atas, bisa juga dengan menyerahkan maharnya. Selain itu hendaknya si suami untuk bertutur kata yang lembut yang menggambarkan kebahagiaannya atas pernikahan ini. Sehingga hilanglah perasaan cemas, takut, atau asing yang menghinggapi hati istrinya. Dengan kelembutan dalam ucapan dan perbuatan akan bersemi keakraban da keharmonisan di antara keduanya.
Bagi suami yang akan menjima’i istri hanya diperbolehkan ketika istri hanya diperbolehkan ketika istri tidak dalam keadaan haid dan pada tempatnya saja, yaitu kemaluan. Adapun arah dan caranya terserah yang dia sukai. Allah berfirman yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhi (tidak menjima’i) wanita diwaktu haid, dan janganlah kalian mendekati (menjima’i) mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu pada tempat yang diperintahkan Allah kepad kalian (kemaluan saja). Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat itu bagaimana saja kalian kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian, bertakwalah kepada Allah, ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman.” [Q.S. Al Baqarah: 222-223].
Apabila seorang suami ingin menggauli istrinya, janganlah ia terburu-buru sampai keadaan istrinya benar-benar siap, baik secara fisik, maupun secara psikis, yaitu istri sudah sepenuhnya menerima keberadaan suami sebagai bagian dari dirinya, bukan orang lain. Begitu pula ketika suami telah menyelesaikan hajatnya, jangan pula dirinya terburu-buru meninggalkan istrinya sampai terpenuhi hajat istrinya. Artinya, seorang suami harus memperhatikan keadaan, perasaan, dan keinginan istri. Kebahagian yang hendak ia raih, ia upayakan pula bisa dirasakan oleh istrinya.

Ingat, diharamkan melalui dubur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Barang siapa yang menggauli istrinya ketika sedang haid atau melalui duburnya, maka ia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.” [HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan yang lainnya, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud]. Kata ‘kufur’ dalam hadits ini menunjukkan betapa besarnya dosa orang yang melakukan hal ini. Meskipun, kata para ulama, ‘kufur’ yang dimaksud dalam hadits ini adalah kufur kecil yang belum mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Telah kita ketahui bersama bahwa syaitan selalu menyertai, mengintai untuk berusaha menjerumuskan Bani Adam dalam setiap keadaan. Begitu pula saat jima’, kecuali apabila dia senantiasa berdzikir kepada Allah. Maka hendaknya berdo’a sebelum melakukan jima’ agar hal tersebut menjadi sebab kebaikan dan keberkahan. Do’a yang diajarkan adalah:

بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

“Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhkanlah syaithan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallaahu 'anhu]. Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa seandainya Allah mengkaruniakan anak, maka syaithan tidak akan bisa memudharati anak tersebut. Al Qadhi menjelaskan maksudnya adalah syaithan tidak akan bias mearsukinya. Sebagaimana dinukilkan dari Al Minhaj.
Diperbolehkan bagi suami dan istri untuk saling melihat aurat satu sama lain.Diperbolehkan pula mandi bersama. Dari Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana dan kami berdua dalam keadaan junub.” [HR. Al Bukhari dan Muslim.]
Tidak boleh menyebarkan rahasia ranjang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang mendatangi istrinya dan istrinya memberikan kepuasan kepadanya, kemudian ia menyebarkan rahasianya.” [HR. Muslim dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallaahu 'anhu]
Diwajibkan bagi suami istri yang telah bersenggama untuk mandi apabila hendak shalat. Waktu mandi boleh ketika sebelum tidur atau setelah tidur. Namun apabila dalam mengakhirkan mandi maka disunnahkan terlebih dahulu wudhu sebelum tidur. Berdasarkan hadits Abdullah bin Qais, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah, ‘Apa yang dilakukan Nabi ketika junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?’ Aisyah menjawab, ‘Semua itu pernah dilakukan Rasulullah. Terkadang beliau mandi dahulu kemudian tidur dan terkadang pula beliau hanya wudhu kemudian tidur.”[HR. Ahmad dalam Al Musnad]

Dari poin-poin yang telah dijelaskan nampaklah betapa agungnya kesempurnaan syariat Islam dalam mengatur semua sisi kehidupan ini. Sehingga pada setiap gerak hamba ada nilai ibadah yang bisa direngkuh pahalanya. Tidak sekedar aktivitas rutin tanpa faedah, tak semua pemenuhan kebutuhan tanpa hikmah. Oleh sebab itu tak ada yang sia-sia dalam mengikuti aturan Ilahi dan meneladani sunnah Nabi. Semuanya memiliki makna serta mengandung kemaslahatan, karena datangnya dari Allah Dzat Yang Maha Tinggi Ilmu-Nya lagi Maha sempurna Hikmah-Nya. Maka dari itu syariat yang Allah turunkan selaras dengan fitrah hamba-Nya sebagai manusia, sebagimana disyariatkan pernikahan.

Kesempurnaan syariat Islam ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Allah terhadap hamba-Nya melebihi perhatian hamba terhadap dirinya sendiri. Oleh karenanya, hendaklah setiap hamba tetap berada di atas fitrah tersebut di atas agama allah agar dirinya selalu berada di atas jalan yang lurus, “(Tetaplah di atas fitrah) yang Allahtelah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” [QS. Ar Rum: 30]. Allahu a’lam.

Syurga Bukan Untuk Hati Yang Berjilbab



Suatu kisah yang berasal dari mimpi seseorang muslimah dari jawabannya ketika diajak berjilbab dengan jawaban

”Insya Allah, yang penting hati dulu yang berjilbab.”

Ada seorang wanita muslimah yang dikenal taat beribadah.

Ia selalu melaksanakan ibadah yang di wajibkan kepadanya dan kadang menjalankan ibadah sunnah. Hanya satu kekurangannya, Ia tak mau berjilbab / Tidak mau Menutup auratnya secara Syar’i.

Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum dan menjawab

”Insya Allah yang penting hati dulu yang berjilbab. ”

Sudah banyak orang menanyakan maupun menasehatinya. Tapi jawabannya tetap sama.

Hingga di suatu malam ia pun bermimpi.

Ia bermimpi sedang berada di sebuah taman yang sangat indah. Rumputnya sangat hijau, berbagai macam bunga bermekaran. Ia bahkan bisa merasakan segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih hingga dasarnya kelihatan, melintas dipinggir taman.

Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya.

Ia tak sendiri.

Ada beberapa wanita disitu yang terlihat juga menikmati keindahan taman. Ia pun menghampiri salah satu wanita. Wajahnya sangat bersih seakan-akan memancarkan cahaya yang sangat lembut.

“Assalamu’alaikum, saudariku….” Sapa ia kepada wanita yang berada disitu.

“Wa’alaikum salam. Selamat datang saudariku” jawab mereka.

“Terima kasih. Apakah ini surga?”

Wanita itu tersenyum. “Tentu saja bukan, saudariku. Ini hanyalah tempat menunggu sebelum ke surga ”

“Benarkah? Tak bisa kubayangkan seperti apa indahnya surga jika tempat menunggunya saja

sudah seindah ini. ”

Wanita itu tersenyum lagi dan bertanya kepadanya,

”Amalan apa yang bisa membuatmu kemari, saudariku ?”

“Aku selalu menjaga waktu shalat dan aku menambahnya dengan ibadah sunnah. ”

“Alhamdulillah..”

Tiba-tiba jauh di ujung taman ia melihat sebuah pintu yang sangat indah. Pintu itu terbuka.

Dan ia melihat beberapa wanita yang berada di Taman mulai memasukinya satu-persatu.

“Ayo kita ikuti mereka” kata wanita itu setengah berlari.

“ Apa di balik pintu itu?” Katanya sambil mengikuti wanita itu

“ Tentu saja surga saudariku” larinya semakin cepat.

“ Tunggu..tunggu aku..” dia berlari namun tetap tertinggal oleh wanita di taman itu.

Wanita itu hanya setengah berlari sambil tersenym kepadanya. Ia tetap tak mampu mengejarnya meski ia sudah berlari.

Ia lalu berteriak

“Amalan apa yang telah kau lakukan hingga engkau begitu ringan ?”

“Sama dengan engkau saudariku.” jawab wanita itu sambil tersenyum.

Wanita itu telah mencapai pintu. Sebelah kakinya telah melewati pintu. Dan Sebelum wanita itu melewati pintu sepenuhnya, ia berteriak pada wanita itu untuk kembali bertanya kepadanya.

“ Amalan apalagi yang kau lakukan yang tidak kulakukan ?”

Wanita itu menatapnya dan tersenyum. Lalu berkata

“Apakah kau tak memperhatikan dirimu, apa yang membedakan dengan diriku ?”

Namun Ia sudah kehabisan napas, tak mampu lagi menjawab. Dan wanita yang telah sampai di pintu yang sangat indah itu melanjutkan kata-katanya.

“ Apakah kau mengira Rabbmu akan mengijinkanmu masuk ke Surga-NYa tanpa jilbab menutup auratmu ?”

Tubuh wanita itu telah melewati pintu, tapi tiba-tiba kepalanya mengintip keluar, memandangnya dan melanjutkan perkataannya,

”Sungguh sangat disayangkan amalanmu tak mampu membuatmu mengikutiku memasuki surga ini untuk dirimu. Cukuplah surga hanya sampai hatimu karena niatmu adalah menghijabi hati.”

Ia tertegun..lalu terbangun..beristighfar lalu mengambil air wudhu. Ia tunaikan shalat malam. Menangis dan menyesali perkataanya dulu..

Ia menyesali dirinya yang selama ini tetap pada pendiriannya bahwa yang penting hatinya dulu berjilbab namun ia melupakan dirinya yang tak berhijab / berkerudung secara syar’i.

Ia terus menangis dalam shalat malamnya, memohon ampun dan bertaubat kepada Allah serta berjanji pada Allah sejak saat itu ia akan menutup auratnya, bukan hanya hatinya saja yang berjilbab, namun seluruh badannya juga berjilbab.

Semoga Syurga bukan lagi menjadi impiannya namun menjadi kenyataan di akhir hayat nanti bagi mereka yang berjilbab dengan syar’i.



Semoga kisah ini bermanfaat, Allahu a’lam.

Telaga Hati


Indahnya Bila Kita Memiliki Telaga Hati

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi,
datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah.
Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Pemuda itu, memang tampak
seperti orang yang tak bahagia. Pemuda itu menceritakan semua
masalahnya. Pak Tua yang bijak mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu
mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya garam itu ke
dalam gelas, lalu diaduk perlahan.

“Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya,” ujar Pak tua itu.
“Asin. Asin sekali,” jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliau lalu mengajak sang
pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampai di tepi
telaga, Pak Tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan
sepotong kayu, diaduknya air telaga itu.

“Coba, ambil air dari telaga ini dan minumlah.” Saat pemuda itu selesai
meneguk air itu, Beliau bertanya, “Bagaimana rasanya?” “Segar,” sahut
sang pemuda.
“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?” tanya Beliau lagi.
“Tidak,” jawab si anak muda.

Dengan lembut Pak Tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. “Anak muda,
dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam tadi, tak
lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama, tetapi rasa air
yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan akan kegagalan yang
kita rasakan dalam hidup ini, akan sangat tergantung dari wadah yang
kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita
meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi,
saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu
hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya.
Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Beliau melanjutkan nasehatnya.
“Hatimu adalah wadah itu.
Perasaanmu adalah tempat itu.
Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan
hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam
setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”
Semoga ada manfaatnya.