Thursday 18 September 2014

Keistimewaan Orang Yang Membaca Al-Qur’an


Keistimewaan Orang Yang Membaca Al-Qur’an

• Di Dunia
Mereka sentiasa dengan pembacaan Al-Quran dan mereka adalah manusia yang terpilih,diangkat oleh ALLAH Taala drajatnya setinggi-tinggi drajat.

• Peribadinya
Memperolehi ketenangan dengan cahaya ALLAH dan sentiasa mendengar dan metaati perintah Allah serta meninggalkan setiap yang dilarang daripada Al-quran dengan hati yang terbuka.

• Hatinya
Bersih lagi suci dan tidak berkarat selamanya.

• Rumahnya
Dilihat oleh penduduk dilangit seperti mana penduduk bumi melihat bintang-bintang,rumahnya dipenuhi cahaya yang ,meliputi keluarganya,banyak kebaikan didalamnya,para malaikat hadir dan syaitan-syaitan lari keluar dari rumahnya.

• Pahalanya
Setiap satu huruf bacaanya sama dengan 10 kebaikan(pahala),dikurniakan kepadanya ketenangan,dilimpahi rahmat keatasnya, dan para malaikat memayunginya. Doanya dimakbulkan ketika tamat bacaanya.Diadiumpamakan seperti buah epal wangi baunya dan sedap rasanya….

• Hari kiamat
Al-Quran akan menjadi syafaat untuknya,dia akan berada bersama-sama para malaikat,diangkat darjatnya ke syurga peringkat demi peringkat…
Balasan Orang Meninggalkan Al-Quran

• Di Dunia
Orang yang tidak suka membaca Al-Quran,kehidupanya sempit, masalahnya tidak berakhir dan dadanya dipenuhi dengan kelemahan..

• Peribadinya
Tidak teratur, murung dan sempit dadanya

• Hatinya
Berkarat atau kotor seperti mana karatnya besi kerana hatinya tidak dimasuki cahay Al-Quran.

• Rumahnya
Keadaan rumahnya seperti tanah perkuburan yang gelap, penghuninya sesak, sedikit kebaikannya,jika banyak(kebaikan) tiada keberkatan. Tidak dimasuki malaikat malah dihuni oleh syaitan-syaitan.

• Pahalanya
Tiada pahala untuknya,diumpamakannya seperti buah peria tidak mempunyai bau dan rasa pahit manakala hatinya seperti rumah yang roboh…

• Hari kiamat
ALLAH akan menghilangkan penglihatanya dan akan dibangkitkan diantara makhluk-makhluk yang buta seraya berkata” WAHAI TUHANKU MENGAPA AKU DIBANGKITKAN DALAM KEADAAN BUTA SEDANGKAN AKU CELIK DI DUNIA?.MAKA DIKATAKAN KEPADANYA : “DEMIKIANLAH TELAH DATANG AYAT-AYAT KAMI,MAKA KAMU MELUPAKANNYA DAN BEGITULAH PULA PADA HARI INI KAMU PULA DILUPAKAN

Keistimewaan Dan Keutamaan Al-qur’an

Al Qur’an adalah kita suci umat islam yang diturukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul memiliki berbagi keistimewaan / keutamaan dibandingkan dengan kitab-kitab suci lainnya sebagai berikut di bawah ini :
  1. Memberi pedoman dan petunjuk hidup lengkap beserta hukum-hukum untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia seluruh bangsa di mana pun berada serta segala zaman / periode waktu.
  2. Memiliki ayat-ayat yang mengagumkan sehingga pendengar ayat suci al-qur’an dapat dipengaruhi jiwanya.
  3. Memutus rantai taqlid yang menghilangkan kebebasan berfikir serta memperlemah kemampuan berupaya dan berkarya manusia.
  4. Memberi gambaran umum ilmu alam untuk merangsang perkembangan berbagai ilmu.
  5. Memiliki ayat-ayat yang menghormati akal pikiran sebagai dasar utama untuk memahami hukum dunia manusia.
  6. Menyamakan manusia tanpa pembagian strata, kelas, golongan, dan lain sebagainya. Yang menentukan perbedaan manusia di mata Allah SWT adalah taqwa.
  7. Melepas kehinaan pada jiwa manusia agar terhindar dari penyembahan terhadap makhluk serta menanamkan tauhid dalam jiwa.

Adab,Rukun, syarat berinterkasi dengan Alqur’an



Ketika manusia mencoba mengupas keagungan Al-Qur’an Al-Karim, maka ketika itu pulalah manusia harus tunduk mengakui keagungaan dan kebesaran Allah swt. Karena dalam Al-Qur’an terdapat lautan makna yang tiada batas, lautan keindahan bahasa yang tiada dapat dilukiskan oleh kata-kata, lautan keilmuan yang belum terpikirkan dalam jiwa manusia, dan berbagai lautan lainnya yang tidak terbayangkan oleh indra kita.

Oleh karenanya, mereka-mereka yang telah dapat berinteraksi dengan Al-Qur’an sepenuh hati, dapat merasakan ‘getaran keagungan’ yang tiada bandingannya. Mereka dapat merasakan sebuah keindahan yang tidak terhingga, yang dapat menjadikan orientasi dunia sebagai sesuatu yang teramat kecil dan sangat kecil sekali. Sayid Qutub, di dalam muqadimah Fi Dzilalil Qur’annya mengungkapkan, “Hidup di bawah naungan Al-Qur’am merupakan suatu kenikmatan. Kenikmatan yang tiada dapat dirasakan, kecuali hanya oleh mereka yang benar-benar telah merasakannya. Suatu kenikmatan yang mengangkat jiwa, memberikan keberkahan dan mensucikannya.”

Cukuplah menjadi bukti keindahan bahasa Al-Qur’an seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Imam Zuhri (Abu Syahbah, 1996 : I/312), “Bahwa suatu ketika Abu Jahal, Abu Lahab, dan Akhnas bin Syariq secara sembunyi-sembunyi mendatangi rumah Rasulullah saw. pada malam hari untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca Rasulullah saw. dalam shalatnya. Mereka bertiga memiliki posisi yang tersendiri, yang tidak diketahui oleh yang lainnya. Hingga ketika Rasulullah saw. usai melaksanakan shalat, mereka bertiga memergoki satu sama lainnya di jalan. Mereka bertiga saling mencela dan membuat kesepakatan untuk tidak kembali mendatangi rumah Rasulullah saw.

Namun pada malam berikutnya, ternyata mereka bertiga tidak kuasa menahan gejolak jiwanya untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka bertiga mengira bahwa yang lainnya tidak akan datang ke rumah Rasulullah saw., dan mereka pun menempati posisi mereka masing-masing. Ketika Rasulullah saw. usai melaksanakan shalat, mereka pun memergoki yang lainnya di jalan. Dan terjadilah saling celaan sebagaimana yang kemarin mereka ucapkan.

Kemudian pada malam berikutnya, gejolak jiwa mereka benar-benar tidak dapat dibendung lagi untuk mendengarkan Al-Qur’an, dan merekapun menempati posisi sebagaimana hari sebelumnya. Dan manakala Rasulullah saw. usai melaksanakan shalat, mereka bertiga kembali memergoki yang lainnya. Akhirnya mereka bertiga membuat mu’ahadah (perjanjian) untuk sama-sama tidak kembali ke rumah Rasulullah saw. guna mendengarkan Al-Qur’an.

Masing-masing mereka mengakui keindahan Al-Qur’an, namun hawa nafsu mereka memungkiri kenabian Muhammad saw. Selain contoh di atas terdapat juga ayat yang mengungkapkan keindahan Al-Qur’an. Allah mengatakan, “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.” (Al-Mujadilah: 21).

Belajar Islam dengan Benar



Tidak sedikit orang yang bersemangat belajar Islam, tapi ternyata menyimpang dalam memahami Islam. Banyak sekali aliran keagamaan yang mengklaim Islam sehingga tidak jarang membuat sang pembelajar Islam dibuat pusing dengan Islam. Banyaknya juga ranting dari ajaran Islam tidak sedikit membuat frustasi orang Islam dalam mempelajari agamanya. Ini adalah di antara sekian tantangan dan hambatan yang akan ditemukan oleh setiap orang yang belajar Islam

Hal pertama yang harus diingat adalah, bahwa Islam—sebagaimana terungkap dalam “hadits Jibril”—adalah agama yang terdiri dari iman, islam dan ihsan. Artinya, Islam adalah agama yang terdiri dari aqidah, ibadah, dan akhlaq. Maka fokus utama kita dalam belajar Islam adalah ketiga bidang tersebut. Ini disebut oleh para ulama sebagai domain ilmu fardlu ‘ain. Siapapun orangnya, dari latar belakang apapun asalnya, dan apapun pekerjaannya mutlak memahami aqidah, ibadah, dan akhlaq Islam dengan benar. Harus diprogram dalam kehidupan setiap muslim agar target menguasai aqidah, ibadah, dan akhlaq bisa tercapai.

Untuk ibadah, mengingat cakupannya yang luas—tidak hanya ibadah mahdlah, melainkan juga aspek halal-haramdalam urusan kehidupan manusia lainnya—maka para ulama membatasinya terlebih awal dalam bidang ibadah yang wajib dilakukan dalam rutinitas harian, bulanan, atau tahunan, seperti shalat, zakat, shaum, dan haji bagi yang sudah mampu. Termasuk juga aspek ibadah dalam arti luas yang erat kaitannya dengan profesi keseharian; jika seorang pedagang, maka ia harus memahami halal-haram seputar dagang; jika seorang pejabat, maka ia harus memahami halal-haram seputar pemerintahan; jika seorang guru, maka ia harus memahami halal-haramseputar dunia pendidikan yang digelutinya, dan demikian seterusnya. Setelah itu, baru ia diperkenankan untuk menimba ilmu-ilmu lainnya.

Kedua, sebagaimana dipesankan oleh Nabi saw kepada Mu’adz ibn Jabal yang hendak diutusnya menjadi hakim di Yaman, ada tiga hal yang harus diperhatikan terkait sumber ilmu dan metode yang benar dalam menggali ilmu, yaitu: (1) merujuk pada al-Qur`an. Jika tidak ditemukan, baru (2) merujuk pada hadits. Jika tidak ditemukan, maka (3) merujuk pada ijtihad pribadi berdasarkan ilmu. Pesan Nabi saw ini menggambarkan hierarki yang benar dari sumber ilmu yang harus dipeajari. Yakni bahwa belajar Islam haruslah dengan merujuk pada al-Qur`an, sunnah, baru ijtihad.

Rujukan pertama, al-Qur`an, mengindikasikan harusnya belajar Islam yang merujuk pada al-Qur`an, dimana al-Qur`an digali secara tuntas dari al-Fatihah sampai an-Nas. Masih banyaknya fenomena umat Islam yang gemar melaksanakan syirik dan bid’ah, itu disebabkan al-Qur`an tidak dikaji dengan tuntas, ayat-ayat tentang syirik dan bid’ah dilewatkan begitu saja. Maka dari itu masukkan dalam program belajar setiap muslim kajian al-Qur`an yang dikupas dengan tuntas.

Rujukan kedua, hadits, ini menggambarkan hierarki setelah al-Qur`an. Yakni bahwa mengkaji al-Qur`an harus dengan haditsnya. Dalam belajar memahami al-Qur`an haruslah dirujuk pula bagaimana Nabi saw menjelaskan maksud ayat-ayat al-Qur`an yang dimaksud. Fenomena menjamurnya aliran sesat di zaman modern ini disebabkan al-Qur`an dipahami menurut kepalanya sendiri dengan mengabaikan penjelasan dari Nabi saw. Padahal semestinya mengkaji al-Qur`an harus disandingkan dengan haditsnya. Baru setelah itu, jika al-Qur`an dan hadits tidak mengupasnya, setiap muslim diperkenankan untuk berijtihad. Itupun dalam hal-hal yang memang tidak diatur oleh al-Qur`an dan hadits, dan dengan sendirinya tidak boleh menentang al-Qur`an dan hadits.

Ketiga, memperhatikan otoritas keilmuan. Maksudnya kita harus belajar dari orang-orang yang memang memiliki otoritas dalam keilmuan yang dimaksud. Cara untuk mengukur seseorang memiliki otoritas keilmuan adalah dengan merujukkannya pada point 2 di atas. Sebab metode belajar Islam seperti itu telah dipertahankan oleh para ulama dari sejak generasi salaf sampai generasi khalaf. Maka dari itu sebenarnya mudah saja untuk menentukan sebuah pembelajaran Islam menyimpang atau tidak, yakni dengan mengukur apakah pembelajaran tersebut memakai metode yang benar dan merujukkannya pada tokoh-tokoh otoritatif ataukah tidak.

Sepanjang sejarah keilmuan Islam telah tercatat beberapa ulama yang otoritatif di bidangnya. Dalam bidang ilmu tafsir/kajian al-Qur`an, nama-nama seperti Ibn Jarir at-Thabari, al-Qurthubi, Ibn Taimiyyah, Ibn Katsir, dan yang menempuh metode keilmuan seperti mereka harus dijadikan rujukan. Dalam bidang ilmu hadits, nama-nama seperti Ahmad ibn Hanbal, al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud, an-Nasa`i, al-Hafizh Ibn Hajar al-’Asqalani, as-Syaukani, as-Shan’ani, dan yang menempuh metode keilmuan seperti mereka harus dijadikan rujukan. Dalam bidang fiqh, nama-nama seperti as-Syafi’i, Abu Hanifah, Malik, Ahmad ibn Hanbal, tidak boleh dikesampingkan. Dalam bidang aqidah-akhlaq, nama-nama seperti Ahmad ibn Hanbal, Ibn Taimiyyah, Ibnul-Qayyim, al-Ghazali, dan yang menempuh metode keilmuan seperti mereka tidak boleh diabaikan. Sebagian saudara kita menamai manhajkeilmuan/agama seperti ini dengan nama manhaj as-salafus-shalih (generasi awal yang shalih), sebab memang metode beragama para ulama yang otoritatif tersebut mempertahankan metode beragama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw dan generasi salaf sesudahnya.

Maka dari itu, kalau kita bergabung di sebuah majelis ta’lim yang nama-nama ulama di atas asing dari telinga kita sepanjang kita belajar, malah yang terdengar nama-nama lain yang tidak pernah jelas apakah metode yang ditempuh mereka sesuai dengan ketiga prinsip di atas, sebaiknya tinggalkan segera majelis ta’lim tersebut karena khawatir akan menyebabkan pemahaman keagamaan kita menyimpang dari yang semestinya. Termasuk juga majelis ta’lim yang lebih memprioritaskan bacaan-bacaan yang tidak jelas rujukan sunnahnya dibanding kajian al-Qur`an dan hadits itu sendiri. Atau majelis ta’lim yang dalam mengajarkan agamanya tidak selalu menyandarkannya pada dasar al-Qur`an dan sunnah, melainkan banyak pendapat pribadinya.

Perhatian kepada ulama yang mempunyai otoritas ilmu sebagaimana disebutkan di atas bukan berarti membenarkan taqlid—sebab ulama-ulama yang disebutkan di atas tidak mengajarkan ilmu dengan metode taqlid yang mengabaikan hujjah—melainkan semata-mata memenuhi tuntunan al-Qur`an yang harus membedakan mana orang yang berilmu dan mana orang yang bodoh

Az-Zumar .39. (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Arti Sakinah, Mawadah, Warahmah



Semoga pernikahannya menjadi pernikahan yang abadi dan menjadi keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah….biasanya doa itu yang kita panjatkan untuk mempelai dalam sebuah pernikahan.

Nah arti sebenarnya dari sakinah, mawadah wa rahmah itu apa sih sebenarnya??

Pengertian umum dari kalimat sakinah, mawadah wa rahmah yakni damai, tenang dan tentram dalam rajut cinta dan kasih sayang nan sejuk dan abadi.
Secara historis-filologis, kalimat hasil rangkaian tiga kata utama:

Sakiinah artinya tenang, tentram
Mawaddah artinya cinta, harapan
Rahmah artinya kasih sayang dan satu kata sambung wa yang artinya dan

Tiga kata utama tersebut sejatinya merupakan istilah khas Arab-Islam yang dirujuk dari QS. Ar-Rum ayat 21.
“Di antara tanda-tanda (kemahaan-Nya) adalah Dia telah menciptakan dari jenismu (manusia) pasangan-pasangan agar kamu memperoleh sakiinah disisinya, dan dijadikannya di antara kamu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kemahaan-Nya) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum:21)

Dalam perkembangannya, kata sakiinah diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia dengan ejaan yang disesuaikan menjadi sakinah yang berarti kedamaian, ketentraman, ketenangan, kebahagiaan.
Kata mawaddah juga sudah diadopsi ke Bahasa Indonesia menjadi mawadah yang b erarti kasih sayang. Mawaddah mengandung pengertian filosofis –> adanya dorongan batin yang kuat dalam diri sang pencinta untuk senantiasa berharap dan berusaha menghindarkan orang yang dicintainya dari segala hal yang buruk, dibenci dan menyakitinya. Mawaddah adalah kelapangan dada dan kehendak jiwa dari kehendak buruk.

Adapun kata rahmah, setelah diadopsi dalam Bahasa Indonesia ejaannya disesuaikan menjadi rahmat yang berarti kelembutanhati dan perasaan empati yang mendorong seseorang melakukan kebaikan kepada pihak lain yang patut dikasihi dan disayangi.

Karena itu, kedamaian dan kesejukan berumah tangga akan terbina dengan baik, harmonis serta penuh cinta kasih dan semangat berkorban bagi yang lain. Pada saat bersamaan jiwa dan ruh rahmah tersebut akan membingkainya dengan dekap kasih dan sapaan lembut sang Khalik.

Salah Satu Tanda Akhir Zaman Adalah Hilang nya Orang2 Soleh , ISLAM dan Al - Qur'an

Imam Bukhari meriwayatkannya dengan sanad dari Mardas Al-Islami bahwa Rasulullah bersabda; “Orang-orang sholeh akan hilang satu per satu, sehingga tinggallah orang-orang sampah seperti gandum dan kurma serta Allah SWT sama sekali tidak mempedulikan keberadaan mereka.” Maksudnya yang tersisa hanyalah manusia yang tidak berguna.

Abdullah Ibnu Mas’ud meriwayatkan, Nabi Muhammad SAW bersabda; “Islam muncul sebagai sesuatu yang dianggap asing dan ia akan kembali dianggap asing seperti awal kemunculannya. Maka beruntunglah orang-orang yang dianggap asing.” (HR. Muslim) Hadis tersebut menunjukkan sedikitnya jumlah kaum muslimin dan orang yang menyambut serta menerima seruan dakwah, sehingga mereka dianggap aneh oleh masyarakat lain.

Abu Hurairah meriwayatkan, Nabi Muhammad SAW bersabda; “Sebelum kiamat tiba, akan muncul tahun-tahun penuh penipuan. Ketika itu orang yang jujur akan dicap pendusta, sedangkan seorang pendusta justu akan dipercaya dan orang-orang bodoh akan angkat bicara.” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah). Dalam bahasa sederhana, ketika ilmu agama diangkat ke langit dan hilang untuk selamanya, manusia akan mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin mereka yang akan menghadapi persoalan dan menjawabnya tanpa dasar pengetahuan agama

Adakah zaman yang di Ceritakan adalah masa sekarang
Allahuallam
Tetaplah Berpegang Teguh Pada Agama Allah, Agama Islam
perkuatlah Akidah, Berpegang teguh lah pada Al - qur'an dan As - sunnah
Minta Lah perlindungan Hanya Ke pada Allah Dan Luangkanlah Waktumu untuk Berdoa
lâ haulâ walâ quwwata illâ billâh (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah).

Adab Pergaulan Laki-laki dan Wanita

Sebenarnya tidak ada satu pun agama langit atau agama bumi, kecuali Islam, yang memuliakan wanita, memberikan haknya, dan menyayanginya. Islam memuliakan wanita, memberikan haknya, dan memeliharanya sebagai manusia. Islam memuliakan wanita, memberikan haknya, dan memeliharanya sebagai anak perempuan, istri, ibu dan anggota masyarakat.
Islam memuliakan wanita sebagai manusia yang diberi tugas (taklif) dan tanggung jawab yang utuh seperti halnya laki-laki, yang kelak akan mendapatkan pahala atau siksa sebagai balasannya. Tugas yang mula-mula diberikan Allah kepada manusia bukan khusus untuk laki-laki, tetapi juga untuk perempuan, yakni Adam dan istrinya (surat al-Baqarah: 35)
Aturan Pergaulan
Sebenarnya pertemuan antara laki-laki dengan perempuan tidak haram, melainkan jaiz (boleh). Bahkan, hal itu kadang-kadang dituntut apabila bertujuan untuk kebaikan, seperti dalam urusan ilmu yang bermanfaat, amal saleh, kebajikan, perjuangan, atau lain-lain yang memerlukan banyak tenaga, baik dari laki-laki maupun perempuan.
Namun, kebolehan itu tidak berarti bahwa batas-batas diantara keduanya menjadi lebur dan ikatan-ikatan syar`iyah yang baku dilupakan. Kita tidak perlu menganggap diri kita sebagai malaikat yang suci yang dikhawatirkan melakukan pelanggaran, dan kita pun tidak perlu memindahkan budaya Barat kepada kita. Yang harus kita lakukan ialah bekerja sama dalam kebaikan serta tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa, dalam batas-batas hukum yang telah ditetapkan oleh Islam. Batas-batas hukum tersebut antara lain:�
1. Menahan pandangan dari kedua belah pihak.
Artinya, tidak boleh melihat aurat, tidak boleh memandang dengan syahwat, tidak berlama-lama memandang tanpa ada keperluan. Allah berfirman:
`Katakanlah ke pada orang laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.` Katakanlah kepada wanita yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya…`(an-Nur: 30-31)
2. Pihak wanita harus mengenakan pakaian yang sopan yang dituntunkan syara`
. Yaitu pakaian yang menutup seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan. Jangan yang tipis dan jangan dengan potongan yang menampakkan bentuk tubuh. Allah berfirman:
`… dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya …` (an-Nur: 31 )
Diriwayatkan dari beberapa sahabat bahwa perhiasan yang biasa tampak ialah muka dan tangan.
Allah berfirman mengenai sebab diperintahkan-Nya berlaku sopan:
`… Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu …` (al-Ahzab: 59)
Dengan pakaian tersebut, dapat dibedakan antara wanita yang baik-baik dengan wanita nakal. Terhadap wanita yang baik-baik, tidak ada laki-laki yang suka mengganggunya, sebab pakaian dan kesopanannya mengharuskan setiap orang yang melihatnya untuk menghormatinya.
3.Mematuhi adab-adab wanita muslimah dalam segala hal, terutama dalam pergaulannya dengan laki-laki:
a. Dalam perkataan, harus menghindari perkataan yang merayu dan membangkitkan rangsangan. Allah berfirman:
`… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.` (al-Ahzab: 32)�
b.Dalam berjalan, jangan memancing pandangan orang. Firman Allah
`… Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan…` (an-Nur: 31)
Hendaklah mencontoh wanita yang diidentifikasikan oleh Allah dengan firman-Nya:
`Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan …` (al-Qashash: 25)�
c. Dalam gerak, jangan berjingkrak atau berlenggak-lenggok, seperti yang disebut dalam hadits:
`(Yaitu) wanita-wanita yang menyimpang dari ketaatan dan menjadikan hati laki-laki cenderung kepada kerusakan (kemaksiatan).(HR Ahmad dan Muslim)
Jangan sampai ber-tabarruj (menampakkan aurat) sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita jahiliah tempo dulu atau pun jahiliah modern.
4. Menjauhkan diri dari bau-bauan yang harum dan warna-warna perhiasan yang seharusnya dipakai di rumah, bukan di jalan dan di dalam pertemuan-pertemuan dengan kaum laki-laki.
5. Jangan berduaan (laki-laki dengan perempuan) tanpa disertai mahram.
Banyak hadits sahih yang melarang hal ini seraya mengatakan, `Karena yang ketiga adalah setan.`
Jangan berduaan sekalipun dengan kerabat suami atau istri. Sehubungan dengan ini, terdapat hadits yang berbunyi:
`Jangan kamu masuk ke tempat wanita.` Mereka (sahabat) bertanya, `Bagaimana dengan ipar wanita.` Beliau menjawab, `Ipar wanita itu membahayakan.` (HR Bukhari)
Maksudnya, berduaan dengan kerabat suami atau istri dapat menyebabkan kebinasaan, karena bisa jadi mereka duduk berlama-lama hingga menimbulkan fitnah.
Pertemuan itu sebatas keperluan yang dikehendaki untuk bekerja sama, tidak berlebih-lebihan yang dapat mengeluarkan wanita dari naluri kewanitaannya, menimbulkan fitnah, atau melalaikannya dari kewajiban sucinya mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak.
Menutup Aurat
Kita tahu bahwa semua bagian tubuh yang tidak boleh dinampakkan, adalah aurat. Oleh karena itu dia harus menutupinya dan haram dibuka. Aurat perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki lain atau perempuan yang tidak seagama, yaitu seluruh badannya, kecuali muka dan dua tapak tangan. Demikian menurut pendapat yang lebih kuat.
Karena dibolehkannya membuka kedua anggota tersebut –seperti kata ar-Razi– adalah karena ada suatu kepentingan untuk bekerja, mengambil dan memberi. Oleh karena itu orang perempuan diperintah untuk menutupi anggota yang tidak harus dibuka dan diberi rukhsah untuk membuka anggota yang biasa terbuka dan mengharuskan dibuka, justru syariat Islam adalah suatu syariat yang toleran. Ar-Razi selanjutnya berkata: `Oleh karena membuka muka dan kedua tapak tangan itu hampir suatu keharusan, maka tidak salah kalau para ulama juga bersepakat, bahwa kedua anggota tersebut bukan aurat.`
Kholwah
Kholwah adalah bersendirian dengan seorang perempuan lain (ajnabiyah). Yang dimaksud perempuan lain, yaitu: bukan isteri, bukan salah satu kerabat yang haram dikawin untuk selama-lamanya, seperti ibu, saudara, bibi dan sebagainya.
Ini bukan berarti menghilangkan kepercayaan kedua belah pihak atau salah satunya, tetapi demi menjaga kedua insan tersebut dari perasaan-perasaan yang tidak baik yang biasa bergelora dalam hati ketika bertemunya dua jenis itu, tanpa ada orang ketiganya. Dalam hal ini Rasulullah bersabda sebagai berikut :
`Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.` (Riwayat Ahmad)
`Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali bersama mahramnya.`
Melihat Jenis Lain dengan Bersyahwat
Di antara sesuatu yang diharamkan Islam dalam hubungannya dengan masalah gharizah, yaitu pandangan seorang laki-laki kepada perempuan dan seorang, perempuan memandang laki-laki. Mata adalah kuncinya hati, dan pandangan adalah jalan yang membawa fitnah dan sampai kepada perbuatan zina.
`Katakanlah kepada orang-orang mu`min laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya (an-Nur: 30-31)
Menundukkan Pandangan
Yang dimaksud menundukkan pandangan itu bukan berarti memejamkan mata dan menundukkan kepala ke tanah. Bukan ini yang dimaksud dan ini satu hal yang tidak mungkin. Hal ini sama dengan menundukkan suara seperti yang disebutkan dalam al-Quran dan tundukkanlah sebagian suaramu (Luqman 19). Di sini tidak berarti kita harus membungkam mulut sehingga tidak berbicara.
Tetapi apa yang dimaksud menundukkan pandangan, yaitu: menjaga pandangan, tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan perempuan-perempuan atau laki-laki yang beraksi.
Pandangan yang terpelihara, apabila memandang kepada jenis lain tidak mengamat-amati kecantikannya dan tidak lama menoleh kepadanya serta tidak melekatkan pandangannya kepada yang dilihatnya itu.
Oleh karena itu pesan Rasulullah kepada Sayyidina Ali :
`Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh.` (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Rasulullah s.a.w. menganggap pandangan liar dan menjurus kepada lain jenis, sebagai suatu perbuatan zina mata. Sabda beliau : `Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat.` (Riwayat Bukhari)
Tabarruj
Tabarruj ini mempunyai bentuk dan corak yang bermacam-macam yang sudah dikenal oleh orang-orang banyak sejak zaman dahulu sampai sekarang. Ahli-ahli tafsir dalam menafsirkan ayat yang mengatakan :
`Dan tinggallah kamu (hai isteri-isteri Nabi) di rumah-rumah kamu dan jangan kamu menampak-nampakkan perhiasanmu seperti orang jahiliah dahulu.` (Ahzab: 33)
sebagai berikut: -
Mujahid berkata: Perempuan ke luar dan berjalan di hadapan laki-laki.�
Qatadah berkata: Perempuan yang cara berjalannya dibikin-bikin dan menunjuk-nunjukkan.
Muqatil berkata: Yang dimaksud tabarruj, yaitu melepas kudung dari kepala dan tidak diikatnya, sehingga kalung, kriul dan lehernya tampak semua.
Cara-cara di atas adalah macam-macam daripada tabarruj di zaman jahiliah dahulu, yaitu: bercampur bebas dengan laki-laki, berjalan dengan melenggang, kudung dan sebagainya tetapi dengan suatu mode yang dapat tampak keelokan tubuh dan perhiasannya.
Jahiliah pada zaman kita sekarang ini ada beberapa bentuk dan macam tabarruj yang kalau diukur dengan tabarruj jahiliah, maka tabarruj jahiliah itu masih dianggap sebagai suatu macam pemeliharaan.

Suara Wanita
Ada pendapat yang mengatakan bahwa suara wanita itu aurat, karenanya tidak boleh wanita berkata-kata kepada laki-laki selain suami atau mahramnya. Sebab, suara wanita dengan tabiatnya yang merdu dapat menimbulkan fitnah dan membangkitkan syahwat. Namun bila ditanyakan dalil yang dapat dijadikan acuan dan sandaran, sebenarnya tidak ada.
Sebaliknya Al-Qur`an juga menceritakan kepada kita percakapan yang terjadi antara Nabi Sulaiman a.s. dengan Ratu Saba, serta percakapan sang Ratu dengan kaumnya yang laki-laki. Begitu pula peraturan (syariat) bagi nabi-nabi sebelum kita menjadi peraturan kita selama peraturan kita tidak menghapuskannya, sebagaimana pendapat yang terpilih.
Yang dilarang bagi wanita ialah melunakkan pembicaraan untuk menarik laki-laki, yang oleh Al-Qur`an diistilahkan dengan al-khudhu bil-qaul (tunduk / lunak / memikat dalam berbicara).

Pria Memandang Wanita dan Sebaliknya
Pandangan pertama (secara tiba-tiba) adalah tidak dapat dihindari sehingga dapat dihukumi sebagai darurat. Adapun pandangan berikutnya (kedua) diperselisihkan hukumnya oleh para ulama.
Yang dilarang dengan tidak ada keraguan lagi ialah melihat dengan menikmati (taladzdzudz) dan bersyahwat, karena ini merupakan pintu bahaya dan penyulut api. Sebab itu, ada ungkapan, `memandang merupakan pengantar perzinaan.` Dan bagus sekali apa yang dikatakan oleh Syauki ihwal memandang yang dilarang ini, yakni: `Memandang (berpandangan) lalu tersenyum, lantas mengucapkan salam, lalu bercakap-cakap, kemudian berjanji, akhirnya bertemu.`
Adapun melihat perhiasan (bagian tubuh) yang tidak biasa tampak, seperti rambut, leher, punggung, betis, lengan (bahu), dan sebagainya, adalah tidak diperbolehkan bagi selain mahram, menurut ijma. Ada dua kaidah yang menjadi acuan masalah ini beserta masalah-masalah yang berhubungan dengannya.
Pertama, bahwa sesuatu yang dilarang itu diperbolehkan ketika darurat atau ketika dalam kondisi membutuhkan, seperti kebutuhan berobat, melahirkan, dan sebagainya, pembuktikan tindak pidana, dan lain-lainnya yang diperlukan dan menjadi keharusan, baik untuk perseorangan maupun masyarakat.
Kedua, bahwa apa yang diperbolehkan itu menjadi terlarang apabila dikhawatirkan terjadinya fitnah, baik kekhawatiran itu terhadap laki-laki maupun perempuan. Dan hal ini apabila terdapat petunjukpetunjuk yang jelas, tidak sekadar perasaan dan khayalan sebagian orang-orang yang takut dan ragu-ragu terhadap setiap orang dan setiap persoalan.
Karena itu, Nabi saw. pernah memalingkan muka anak pamannya yang bernama al-Fadhl bin Abbas, dari melihat wanita Khats`amiyah pada waktu haji, ketika beliau melihat al-Fadhl berlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah saw., `Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu?` Beliau saw. menjawab, `Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap mereka.`
Kekhawatiran akan terjadinya fitnah itu kembali kepada hati nurani si muslim, yang wajib mendengar dan menerima fatwa, baik dari hati nuraninya sendiri maupun orang lain. Artinya, fitnah itu tidak dikhawatirkan terjadi jika hati dalam kondisi sehat, tidak dikotori syahwat, tidak dirusak syubhat (kesamaran), dan tidak menjadi sarang pikiran-pikiran yang yimpang.
Diantara hal yang telah disepakati ialah bahwa melihat kepada aurat itu hukumnya haram, baik dengan syahwat maupun tidak, kecuali jika hal itu terjadi secara tiba-tiba, tanpa sengaja, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sahih dari Jarir bin Abdullah, ia berkata:
`Saya bertanya kepada Nabi saw. Tentang memandang (aurat orang lain) secara tiba-tiba (tidak disengaja). Lalu beliau bersabda, `Palingkanlah pandanganmu.“ (HR Muslim)
Lantas, apakah aurat laki-laki itu? Bagian mana saja yang disebut aurat laki-laki? Kemaluan adalah aurat mughalladhah (besar/berat) yang telah disepakati akan keharaman membukanya di hadapan orang lain dan haram pula melihatnya, kecuali dalam kondisi darurat seperti berobat dan sebagainya. Bahkan kalau aurat ini ditutup dengan pakaian tetapi tipis atau menampakkan bentuknya, maka ia juga terlarang menurut syara`.
Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa paha laki-laki termasuk aurat, dan aurat laki-laki ialah antara pusar dengan lutut. Mereka mengemukakan beberapa dalil dengan hadits-hadits yang tidak lepas dari cacat. Sebagian mereka menghasankannya dan sebagian lagi mengesahkannya karena banyak jalannya, walaupun masing-masing hadits itu tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum syara`.
Sebagian fuqaha lagi berpendapat bahwa paha laki-laki itu bukan aurat, dengan berdalilkan hadits Anas bahwa Rasulullah saw. pernah membuka pahanya dalam beberapa kesempatan. Pendapat ini didukung oleh Muhammad Ibnu Hazm.
Menurut mazhab Maliki sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab mereka bahwa aurat mughalladhah laki-laki ialah qubul (kemaluan) dan dubur saja, dan aurat ini bila dibuka dengan sengaja membatalkan shalat.
Para fuqaha hadits berusaha mengkompromikan antara hadits-hadits yang bertentangan itu sedapat mungkin atau mentarjih (menguatkan salah satunya). Imam Bukhari mengatakan dalam kitab sahihnya `Bab tentang Paha,` diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Jurhud, dan Muhammad bin-Jahsy dari Nabi saw. bahwa paha itu aurat, dan Anas berkata, `Nabi saw. pernah membuka pahanya.` Hadits Anas ini lebih kuat sanadnya, sedangkan hadits Jurhud lebih berhati-hati.

Hukum Wanita Bepergian / Mabit

Wanita yang sudah akil baligh memang tidak diperkenankan untuk keluar rumah lebih dari tiga hari kecuali ditemani oleh mahram atau suaminya. Larangan ini bersifat umum dan jelas berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
`Tidak halal bagi wanita muslim bepergian lebih dari tiga hari kecuali bersama mahramnya`.
Para ulama berbeda pendapat bila tujuannya adalah untuk pergi haji. Dalam masalah mahram bagi wanita dalam pergi haji, ada dua pendapat yang berkembang.
1. Pendapat Pertama : Mengharuskan ada mahram secara mutlak.
Seorang wanita yang sudah akil baligh tidak diperbolehkan bepergian lebih dari tiga hari kecuali ada suami atau mahram bersamanya. Hal itu sudah ditekankan oleh Rasulullah SAW sejak 14 abad yang lalu dalam sabda beliau.
Dari Ibnu Abbas ra berkata bahwa Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,`Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali bila ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya. Ada seorang yang berdiri dan bertanya,`Ya Rasulullah SAW, istriku bermaksud pergi haji padahal aku tercatat untuk ikut pergi dalam peperangan tertentu. Rasulullah SAW bersabda,`Pergilah bersama istrimu untuk haji bersama istrimu`. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad.)
Hal itu juga diungkapkan oleh Ibrahim An-Nakha`i ketika seorang wanita bertanya via surat bahwa dia belum pernah menjalankan ibadah haji karena tidak punya mahram yang menemani. Maka Ibrahim An-Nakha`i menjawab bahwa anda termasuk orang yang tidak wajib untuk berhaji. Kewajiban harus adanya mahram di atas adalah sebuah pendapat yang dipegang dalam mazhab Hanafi dan para pendukungnya. Juga pendapat An-Nakha`i, Al-Hasan, At-Tsauri, Ahmad dan Ishaq.
2. Pendapat Kedua : Tidak mengharuskan secara mutlak
Seorang wanita boloeh bepergian untuk haji asal ada mahram atau suami atau ada sejumlah wanita lain yang tsiqah (dipercaya). Ini adalah pendapat yang didukung oleh Imam Asy-Syafi`i ra. Bahkan dalam satu pendapat beliau tidak mengharuskan jumlah wanita yang banyak tapi boleh satu saja wanita yang tsiqah. Bahkan dalam riwayat yang lain seorangwnaita boleh pergi haji sendirian tanpa mahram asal kondisinya aman.
Namun semua itu hanya berlaku untuk haji atau umrah yang sifatnya wajib. Sedangkan yang sunnah tidak berlaku hal tersebut. Pendapat ini didasarkan pada sabda Nabi yang menyebutkan bahwa suatu ketika akan ada wanita yang pergi haji dari kota Hirah ke Mekkah dalam keadaan aman. Rasulullah SAW bersabda,
`Wahai Adi, bila umurmu panjang wanita di dalam haudaj (tenda di atas punuk unta) bepergian dari kota Hirah hingga tawaf di Ka`bah tidak merasa takut kecuali hanya kepada Allah saja`. (HR. Bukhari)
Selain itu pendapat yang membolehkan wanita haji tanpa mahram juga didukung dengan dalil bahwa para istri nabi pun pergi haji di masa Umar setelah diizinkan oleh beliau. Saat itu mereka ditemani Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. (HR. Bukhari).
Ibnu Taymiyah sebagaimana yang tertulis dalam kitab Subulus Salam mengatakan bahwa wnaita yang berhaji tanpa mahram, hajinya syah. Begitu juga dengan orang yang belum mampu bila pergi haji maka hajinya syah.
Karean itu bila memang tidak terlalu penting dan lengkap persyaratannya, sebaiknya para akhwat tidak diprogram dengan acara yang menginap, apalagi di luar kota. Kecuali dengan pertimbangan yang betul-betul matang sekali dan dengan alasan yang sangat kuat pada kasus tertentu.

Doa Sesudah Sholat Tahajjud

ALLAHUMMA LAKAL HAMDU ANTA QAYYIMUS SAMAAWAATI WAL ARDLI WAMAN FIIHINNA WALAKAL HAMDU LAKA MULKUS SAMAAWAATI WAL ARDLI WAMAN FIIHINNA, WALAKAL HAMDU NUURUS SAMAAWAATI WAL ARDLI, WALAKAL HAMDU NUURUS SAMAAWAATI WAL ARDLI, WALAKAL HAMDU ANTAL HAQQU WAWA’DUKAL HAQQU WALIQAA-UKA HAQQUN WA QAULUKA HAQQUN, WAL JANNATU HAQQUN, WANNAARU HAQQUN, WANNABIYYUUNA HAQQUN, WA MUHAMMADUN SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAMA HAQQUN, WASSAA-‘ATU HAQQUN. ALLAHUMMA LAKAL ASLAMTU, WABIKA AAMAANTU, WA’ALAIKA TAWAKKALTU, WA-ILAIKA ANABTU,WABIKA KHAASHAMTU, WAILAIKA HAAKAMTU, FAGHFIRLII MAA QADDAMTU, WAMAA AKHKHARTU WAMAA AS RARTU WAMAA A’LANTU ANTAL MUQADDIMU WA ANTAL MUAKHKHIRU, LAA ILAAHA ILLAA ANTA, AU LAA ILAAHA GHAIRUKA WALAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAAHI.

Doa Keluar dari Masjid

ALLAHUMMAJ’AL FII QALBII NUURAN WAFII BASHARII NUURAN WAFII SAM’II NUURAN WA ‘AN YAMIINII NUURAN KHALFII NUURAN WAFII ‘ASHABII NUURAN WAFII LAHMII NUURAN WAFII DAMII NUURAN WAFII SYA’RII NUURAN WAFII BASYARII NURAN.

Amar ma'ruf nahi munkar

Barangsiapa melihat kemungkaran,ubahlah dengan tangan.Jika tidak mampu,ubahlah dengan lidah.Jika masih tidak mampu ubahlah dengan hati,tetapi ini selemah-lemahnya iman.Yakni tindakan paling lemah dari orang yang beriman.Demikian sabda Nabi SAW.


Allah SWT berfirman:
Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa,dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
(Al-Maidah 2)
Aisyah r.a.meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:
Allah mengazab penghuni kampung yang disitu mereka mengerjakan 18.000 perbuatan para nabi.
Para sahabat bertanya “Bagaimana bisa demikian?” Nabi SAW menjawab “mereka tidak mengajak dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran”

Matikan Aku Secara Tidak Terlantar atau Sedang Berbuat Kesalahan



Said musayyab bercerita : Ketika umar bin khathtab ra. kembali dari mina pada hari haji yang terakhir, dia berhenti mampir di batha. setelah berjongkok seraya melepas pakaian luarnya, umar lalu berbaring. dan sambil menengadahkan tangannya keatas langit dia berdoa :” Ya allah, usiaku sudah tua, staminaku sudah melemah, dan rakyatku sudah tersebar kemana mana. maka matikannlah aku secara tidak terlantar atau sedang berbuat kesalahan”.


ajal datang tanpa diundang, ajal datang tanpa memberi kabar, bak petir menyambar nyawa kita bisa langsung melayang. tak penting apa penyebabnya, asal muasalnya, jika sudah waktunya insya allah tidak akan ada yang bisa menghalanginya. kita semua tau, pasal kelahiran, rejeki, jodoh atau kematian adalah hak mutlak Allah swt.

menilik doa dari umar bin khathtab diatas, kita jadi berpikir, siapa sih umat muslim didunia ini yang mau nyawanya dicabut malaikat izroil ketika sedang berbuat salah, suatu kesalahan. apalagi dicabut nyawanya ketika sedang bermaksiat, berbuat jahat, atau bahkan ketika sedang menerima uang korupsi ???????? subhanallah…laa ilaha ilallah…..

untuk itu, selama kita masih diberikan umur panjang, berpikirlah seribu kali ketika akan melakukan sebuah kesalahan, kejahatan, kemaksiatan atau dosa dosa lainnya yang jelas jelas kita ketahui. sama seperti doa umar bin khothtob, jangan sampai kita dipanggil Allah dalam keadaan yang merugi. dengan doa kita bisa berharap dari Allah swt. maka dengan doa pulalah kita memohon untuk diluruskan jalannya, ditunjukkan kebenaran dan disinari dengan cahaya kebaikan dan di panjangkan umurnya.