Saturday 18 October 2014

Untukmu Para Pengantin Baru



Menjadi pasangan pengantin baru merupakan kebahagian tersendiri bagi kedua mempelai. Rasa bahagia itu begitu menyentuh qalbu yang paling dalam, hati seakan tak mampu menampung rasa bahagia yang telah meluap memenuhi relung hati. Namun begitu, kebahagian menjadi pengantin baru akan terasa lebih sempurna tatkala telah melewati kebersamaan dimalam pertama dengan penuh cinta. Malam dimana seseorang bisa menyalurkan hasratnya melalui jalan yang diridhai Allah. Sehingga, dengannya tak sekedar kenikmatan yang diperoleh tapi juga pahala dapat diraih. Nilai pahala akan lebih bertambah seiring bertambahnya rasa kasih dan sayang antara kedua mempelai manakala berhias dengan adab-adab saat menuju peraduan cinta, sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu a’laihi wasallam sebagai pembawa syariat Islam yang sempurna.

Diantara adab-adabnya adalah sebagai berikut :
Sebelum bermalam pertama, sangat disukai untuk memperindah diri masing-masing dengan berhias, memakai wewangian, serta bersiwak.
Berdasarkan sebuah hadits dari Asma’ binti Yasid radhiyallaahu ‘anha ia menuturkan, “Aku merias Aisyah untuk Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam. Setelah selesai, aku pun memanggil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun duduk di sisi Aisyah. Kemudian diberikan kepada beliau segelas susu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminum susu tersebut dan menyerahkannya pada Aisyah. Aisyah menundukkan kepalanya karena malu. Maka segeralah aku menyuruhnya untuk mengambil gelas tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR Ahmad, sanad hadits ini dikuatkan oleh Al-Allamah Al-Muhadits Al-Albani dalam Adabul Zifaf].


Adapun disunnahkannya bersiwak, karena adab yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau selalu bersiwak setiap setiap hendak masuk rumah sebagaimana disebutkan oleh Aisyah radhiyallaahu ‘anha dalam Shahih Muslim. Selain itu akan sangat baik pula jika disertai dengan mempercantik kamar pengantin sehingga menjadi sempurnalah sebab-sebab yang memunculkan kecintaan dan suasana romantis pada saat itu.
Hendaknya suami meletakkan tangannya pada ubun-ubun istrinya seraya mendoakan kebaikan dengan doa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan :

اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya (istri) dan kebaikan tabiatnya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan tabiatnya.”[HR. Bukhari dari sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallaahu 'anhu].
Disunnahkan bagi keduanya untuk melakukan shalat dua rakaat bersama-sama. Syaikh Al Albani dalam Adabuz Zifaf menyebutkan dua atsar yang salah satunya diriwayatkan oleh Abu Bakr Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf dari sahabat Abu Sa’id, bekat budak sahabat Abu Usaid, beliau mengisahkan bahwa semasa masih menjadi budak ia pernah melangsungkan pernikahan. Ia mengundang beberapa sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya Abdullah bin Mas’ud, Abu Dzarr, dan Hudzaifah.

Abu Sa’id mengatakan, “Mereka pun membimbingku, mengatakan, ‘Apabila istrimu masuk menemuimu maka shalatlah dua rakaat. Mintalah perlindungan kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari kejelekan istrimu. Setelah itu urusannya terserah engkau dan istrimu. “Dalam riwayat Atsar yang lain Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu mengatakan, perintahkan isrtimu shalat dibelakangmu.”
Ketika menjumpai istri, hendaknya seorang suami berprilaku santun kepada istrinya semisal dengan memberikan segelas minuman atau yang lainnya sebagimana dalam hadits di atas, bisa juga dengan menyerahkan maharnya. Selain itu hendaknya si suami untuk bertutur kata yang lembut yang menggambarkan kebahagiaannya atas pernikahan ini. Sehingga hilanglah perasaan cemas, takut, atau asing yang menghinggapi hati istrinya. Dengan kelembutan dalam ucapan dan perbuatan akan bersemi keakraban da keharmonisan di antara keduanya.
Bagi suami yang akan menjima’i istri hanya diperbolehkan ketika istri hanya diperbolehkan ketika istri tidak dalam keadaan haid dan pada tempatnya saja, yaitu kemaluan. Adapun arah dan caranya terserah yang dia sukai. Allah berfirman yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhi (tidak menjima’i) wanita diwaktu haid, dan janganlah kalian mendekati (menjima’i) mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu pada tempat yang diperintahkan Allah kepad kalian (kemaluan saja). Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat itu bagaimana saja kalian kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian, bertakwalah kepada Allah, ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman.” [Q.S. Al Baqarah: 222-223].
Apabila seorang suami ingin menggauli istrinya, janganlah ia terburu-buru sampai keadaan istrinya benar-benar siap, baik secara fisik, maupun secara psikis, yaitu istri sudah sepenuhnya menerima keberadaan suami sebagai bagian dari dirinya, bukan orang lain. Begitu pula ketika suami telah menyelesaikan hajatnya, jangan pula dirinya terburu-buru meninggalkan istrinya sampai terpenuhi hajat istrinya. Artinya, seorang suami harus memperhatikan keadaan, perasaan, dan keinginan istri. Kebahagian yang hendak ia raih, ia upayakan pula bisa dirasakan oleh istrinya.

Ingat, diharamkan melalui dubur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Barang siapa yang menggauli istrinya ketika sedang haid atau melalui duburnya, maka ia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.” [HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan yang lainnya, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud]. Kata ‘kufur’ dalam hadits ini menunjukkan betapa besarnya dosa orang yang melakukan hal ini. Meskipun, kata para ulama, ‘kufur’ yang dimaksud dalam hadits ini adalah kufur kecil yang belum mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Telah kita ketahui bersama bahwa syaitan selalu menyertai, mengintai untuk berusaha menjerumuskan Bani Adam dalam setiap keadaan. Begitu pula saat jima’, kecuali apabila dia senantiasa berdzikir kepada Allah. Maka hendaknya berdo’a sebelum melakukan jima’ agar hal tersebut menjadi sebab kebaikan dan keberkahan. Do’a yang diajarkan adalah:

بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

“Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhkanlah syaithan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallaahu 'anhu]. Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa seandainya Allah mengkaruniakan anak, maka syaithan tidak akan bisa memudharati anak tersebut. Al Qadhi menjelaskan maksudnya adalah syaithan tidak akan bias mearsukinya. Sebagaimana dinukilkan dari Al Minhaj.
Diperbolehkan bagi suami dan istri untuk saling melihat aurat satu sama lain.Diperbolehkan pula mandi bersama. Dari Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana dan kami berdua dalam keadaan junub.” [HR. Al Bukhari dan Muslim.]
Tidak boleh menyebarkan rahasia ranjang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang mendatangi istrinya dan istrinya memberikan kepuasan kepadanya, kemudian ia menyebarkan rahasianya.” [HR. Muslim dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallaahu 'anhu]
Diwajibkan bagi suami istri yang telah bersenggama untuk mandi apabila hendak shalat. Waktu mandi boleh ketika sebelum tidur atau setelah tidur. Namun apabila dalam mengakhirkan mandi maka disunnahkan terlebih dahulu wudhu sebelum tidur. Berdasarkan hadits Abdullah bin Qais, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah, ‘Apa yang dilakukan Nabi ketika junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?’ Aisyah menjawab, ‘Semua itu pernah dilakukan Rasulullah. Terkadang beliau mandi dahulu kemudian tidur dan terkadang pula beliau hanya wudhu kemudian tidur.”[HR. Ahmad dalam Al Musnad]

Dari poin-poin yang telah dijelaskan nampaklah betapa agungnya kesempurnaan syariat Islam dalam mengatur semua sisi kehidupan ini. Sehingga pada setiap gerak hamba ada nilai ibadah yang bisa direngkuh pahalanya. Tidak sekedar aktivitas rutin tanpa faedah, tak semua pemenuhan kebutuhan tanpa hikmah. Oleh sebab itu tak ada yang sia-sia dalam mengikuti aturan Ilahi dan meneladani sunnah Nabi. Semuanya memiliki makna serta mengandung kemaslahatan, karena datangnya dari Allah Dzat Yang Maha Tinggi Ilmu-Nya lagi Maha sempurna Hikmah-Nya. Maka dari itu syariat yang Allah turunkan selaras dengan fitrah hamba-Nya sebagai manusia, sebagimana disyariatkan pernikahan.

Kesempurnaan syariat Islam ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Allah terhadap hamba-Nya melebihi perhatian hamba terhadap dirinya sendiri. Oleh karenanya, hendaklah setiap hamba tetap berada di atas fitrah tersebut di atas agama allah agar dirinya selalu berada di atas jalan yang lurus, “(Tetaplah di atas fitrah) yang Allahtelah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” [QS. Ar Rum: 30]. Allahu a’lam.

Syurga Bukan Untuk Hati Yang Berjilbab



Suatu kisah yang berasal dari mimpi seseorang muslimah dari jawabannya ketika diajak berjilbab dengan jawaban

”Insya Allah, yang penting hati dulu yang berjilbab.”

Ada seorang wanita muslimah yang dikenal taat beribadah.

Ia selalu melaksanakan ibadah yang di wajibkan kepadanya dan kadang menjalankan ibadah sunnah. Hanya satu kekurangannya, Ia tak mau berjilbab / Tidak mau Menutup auratnya secara Syar’i.

Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum dan menjawab

”Insya Allah yang penting hati dulu yang berjilbab. ”

Sudah banyak orang menanyakan maupun menasehatinya. Tapi jawabannya tetap sama.

Hingga di suatu malam ia pun bermimpi.

Ia bermimpi sedang berada di sebuah taman yang sangat indah. Rumputnya sangat hijau, berbagai macam bunga bermekaran. Ia bahkan bisa merasakan segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih hingga dasarnya kelihatan, melintas dipinggir taman.

Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya.

Ia tak sendiri.

Ada beberapa wanita disitu yang terlihat juga menikmati keindahan taman. Ia pun menghampiri salah satu wanita. Wajahnya sangat bersih seakan-akan memancarkan cahaya yang sangat lembut.

“Assalamu’alaikum, saudariku….” Sapa ia kepada wanita yang berada disitu.

“Wa’alaikum salam. Selamat datang saudariku” jawab mereka.

“Terima kasih. Apakah ini surga?”

Wanita itu tersenyum. “Tentu saja bukan, saudariku. Ini hanyalah tempat menunggu sebelum ke surga ”

“Benarkah? Tak bisa kubayangkan seperti apa indahnya surga jika tempat menunggunya saja

sudah seindah ini. ”

Wanita itu tersenyum lagi dan bertanya kepadanya,

”Amalan apa yang bisa membuatmu kemari, saudariku ?”

“Aku selalu menjaga waktu shalat dan aku menambahnya dengan ibadah sunnah. ”

“Alhamdulillah..”

Tiba-tiba jauh di ujung taman ia melihat sebuah pintu yang sangat indah. Pintu itu terbuka.

Dan ia melihat beberapa wanita yang berada di Taman mulai memasukinya satu-persatu.

“Ayo kita ikuti mereka” kata wanita itu setengah berlari.

“ Apa di balik pintu itu?” Katanya sambil mengikuti wanita itu

“ Tentu saja surga saudariku” larinya semakin cepat.

“ Tunggu..tunggu aku..” dia berlari namun tetap tertinggal oleh wanita di taman itu.

Wanita itu hanya setengah berlari sambil tersenym kepadanya. Ia tetap tak mampu mengejarnya meski ia sudah berlari.

Ia lalu berteriak

“Amalan apa yang telah kau lakukan hingga engkau begitu ringan ?”

“Sama dengan engkau saudariku.” jawab wanita itu sambil tersenyum.

Wanita itu telah mencapai pintu. Sebelah kakinya telah melewati pintu. Dan Sebelum wanita itu melewati pintu sepenuhnya, ia berteriak pada wanita itu untuk kembali bertanya kepadanya.

“ Amalan apalagi yang kau lakukan yang tidak kulakukan ?”

Wanita itu menatapnya dan tersenyum. Lalu berkata

“Apakah kau tak memperhatikan dirimu, apa yang membedakan dengan diriku ?”

Namun Ia sudah kehabisan napas, tak mampu lagi menjawab. Dan wanita yang telah sampai di pintu yang sangat indah itu melanjutkan kata-katanya.

“ Apakah kau mengira Rabbmu akan mengijinkanmu masuk ke Surga-NYa tanpa jilbab menutup auratmu ?”

Tubuh wanita itu telah melewati pintu, tapi tiba-tiba kepalanya mengintip keluar, memandangnya dan melanjutkan perkataannya,

”Sungguh sangat disayangkan amalanmu tak mampu membuatmu mengikutiku memasuki surga ini untuk dirimu. Cukuplah surga hanya sampai hatimu karena niatmu adalah menghijabi hati.”

Ia tertegun..lalu terbangun..beristighfar lalu mengambil air wudhu. Ia tunaikan shalat malam. Menangis dan menyesali perkataanya dulu..

Ia menyesali dirinya yang selama ini tetap pada pendiriannya bahwa yang penting hatinya dulu berjilbab namun ia melupakan dirinya yang tak berhijab / berkerudung secara syar’i.

Ia terus menangis dalam shalat malamnya, memohon ampun dan bertaubat kepada Allah serta berjanji pada Allah sejak saat itu ia akan menutup auratnya, bukan hanya hatinya saja yang berjilbab, namun seluruh badannya juga berjilbab.

Semoga Syurga bukan lagi menjadi impiannya namun menjadi kenyataan di akhir hayat nanti bagi mereka yang berjilbab dengan syar’i.



Semoga kisah ini bermanfaat, Allahu a’lam.

Telaga Hati


Indahnya Bila Kita Memiliki Telaga Hati

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi,
datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah.
Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Pemuda itu, memang tampak
seperti orang yang tak bahagia. Pemuda itu menceritakan semua
masalahnya. Pak Tua yang bijak mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu
mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya garam itu ke
dalam gelas, lalu diaduk perlahan.

“Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya,” ujar Pak tua itu.
“Asin. Asin sekali,” jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliau lalu mengajak sang
pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampai di tepi
telaga, Pak Tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan
sepotong kayu, diaduknya air telaga itu.

“Coba, ambil air dari telaga ini dan minumlah.” Saat pemuda itu selesai
meneguk air itu, Beliau bertanya, “Bagaimana rasanya?” “Segar,” sahut
sang pemuda.
“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?” tanya Beliau lagi.
“Tidak,” jawab si anak muda.

Dengan lembut Pak Tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. “Anak muda,
dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam tadi, tak
lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama, tetapi rasa air
yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan akan kegagalan yang
kita rasakan dalam hidup ini, akan sangat tergantung dari wadah yang
kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita
meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi,
saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu
hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya.
Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Beliau melanjutkan nasehatnya.
“Hatimu adalah wadah itu.
Perasaanmu adalah tempat itu.
Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan
hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam
setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”
Semoga ada manfaatnya.

Cara Menggapai Hidayah



Di antara sebab-sebab seseorang mendapatkan hidayah adalah:

1. Bertauhid

Seseorang yang menginginkan hidayah Allah, maka ia harus terhindar dari kesyirikan, karena Allah tidaklah memberi hidayah kepada orang yang berbuat syirik. Allah berfirman yang artinya “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-an’am:82).

2. Taubat kepada Allah

Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang yang tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana mungkin Allah memberi hidayah kepada seseorang sedangkan ia tidak bertaubat? Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”.

3. Belajar Agama

Tanpa ilmu (agama), seseorang tidak mungkin akan mendapatkan hidayah Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya “Jika Allah menginginkan kebaikan (petunjuk) kepada seorang hamba, maka Allah akan memahamkannya agama” (HR Bukhori)

4. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi hal yang dilarang.

Kemaksiatan adalah sebab seseorang dijauhkan dari hidayah. Allah berfirman yang artinya “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami,dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An-nisa: 66-68).

5. Membaca Al-qur’an, memahaminya mentadaburinya dan mengamalkannya.

Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (QS. Al-Isra:9)

6. Berpegang teguh kepada agama Allah

Allah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali-Imron:101).

7. Mengerjakan sholat.

Di antara penyebab yang paling besar seseorang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang senantiasa menjaga sholatnya, Allah berfirman pada surat Al-Baqoroh yang artinya “Aliif laam miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya dan merupakan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”

Siapa mereka itu, dilanjutkan pada ayat setelahnya “yaitu mereka yang beriman kepada hal yang ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkah sebagian rizki yang diberikan kepadanya” (QS. Al-baqoroh:3).

8. Berkumpul dengan orang-orang sholeh

Allah berfirman yang artinya “Katakanlah: “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): “Marilah ikuti kami.” Katakanlah:”Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am:71).

Ibnu katsir menafsiri ayat ini, “Ayat ini adalah permisalan yang Allah berikan kepada teman yang sholeh yang menyeru kepada hidayah Allah dan teman yang jelek yang menyeru kepada kesesatan, barangsiapa yang mengikuti hidayah, maka ia bersama teman-teman yang sholeh, dan barang siapa yang mengikuti kesesatan, maka ia bersama teman-teman yang jelek. “

Maka carilah sahabat yang mengajakmu ke pintu hidayah, carilah mereka yang mengajakmu ke syurga dan jauhilah mereka yang mengajakmu ke neraka.

Dengan mengetahui hal tersebut, marilah kita berupaya untuk mengerjakannya dan mengajak orang lain untuk melakukan sebab-sebab ini, semoga dengan jerih payah dan usaha kita dalam menjalankannya dan mendakwahkannya menjadi sebab kita mendapatkan hidayah Allah.

Syaikh Abdullah Al-bukhori mengatakan dalam khutbah jum’atnya “Semakin seorang meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah, niscaya bertambah hidayah padanya. Seorang hamba akan senantiasa ditambah hidayahnya selama dia senantiasa menambah ketaqwaannya. Semakin dia bertaqwa, maka semakin bertambahlah hidayahnya, sebaliknya semakin ia mendapat hidayah/petunjuk, dia semakin menambah ketaqwaannya. Sehingga dia senantiasa ditambah hidayahnya selama ia menambah ketaqwaannya.”

Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita dan orang-orang yang ada disekeliling kita, aamiin.

Cara menggapai hati yang istiqomah


Menggapai Hati yang Istiqomah


Allah ‎ta’ala telah berfirman,

“Yaitu hari yang harta dan anak-anak tidak akan memberi manfaat, kecuali orang-orang yang datang menghadap Allah dengan membawa hati yang selamat”(Asy Syu’ara : 88-89)


“Sesungguhnya di dalam tubuh anak Adam ada segumpal daging; apabila segumpal daging itu baik maka seluruh tubuhnya akan baik. Segumpal daging itu adalah hati.” (HR Muslim dan Baihaqi).







CARA MENCAPAI HATI YANG ISTIQOMAH

Hati adalah sumber kebaikan dan keburukan seseorang. Bila hati penuh dengan ketaatan kepada Allah, maka perilaku seseorang akan penuh dengan kebaikan. Sebaliknya, bila hati penuh dengan syahwat dan hawa nafsu, maka yang akan muncul dalam perilaku adalah keburukan dan kemaksiatan.
Keburukan dan kemaksiatan ini bisa datang karena hati seseorang dalam keadaan lengah dari dzikir kepada Allah.

Ibnul Qoyyim al-Jauziyah berkata, “Apabila hati seseorang itu lengah dari dzikir kepada Allah, maka setan dengan serta merta akan masuk ke dalam hati seseorang dan mempengaruhinya untuk berbuat keburukan. Masuknya setan ke dalam hati yang lengah ini, bahkan lebih cepat daripada masuknya angin ke dalam sebuah ruangan.”

Oleh karena itu, hati seorang mukmin harus senantiasa dijaga dari pengaruh setan ini. Yaitu, dengan senantiasa berada dalam sikap taat kepada Allah SWT. Upaya inilah yang disebut dengan Istiqamah.

Imam al-Qurtubi berkata, “Hati yang istiqamah adalah hati yang senantiasa lurus dalam ketaatan kepada Allah, baik berupa keyakinan, perkataan, maupun perbuatan.” Lebih lanjut beliau mengatakan, “Hati yang istiqamah adalah jalan menuju keberhasilan di dunia dan keselamatan dari azab akhirat. Hati yang istiqamah akan membuat seseorang dekat dengan kebaikan, rezekinya akan dilapangkan dan akan jauh dari hawa nafsu dan syahwat. Dengan hati yang istiqamah, maka malaikat akan turun untuk memberikan keteguhan dan keamanan serta ketenangan dari ketakutan terhadap adzab kubur. Hati yang istiqamah akan membuat amal diterima dan menghapus dosa.”

Lalu bagaimanakah caranya menggapai hati untuk istiqomha…………..??????

Ada banyak cara untuk menggapai hati yang istiqamah ini.

Di antaranya:

Pertama, meletakkan cinta kepada Allah SWT di atas segala-galanya.

Ini adalah persoalan yang tidak mudah dan butuh perjuangan keras. Karena, dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami benturan antara kepentingan Allah dan kepentingan makhluk, entah itu kepentingan orang tua, guru, teman, saudara, atau yang lainnya. Apabila dalam kenyataanya kita lebih mendahulukan kepentingan makhluk, maka itu pertanda bahwa kita belum meletakkan cinta Allah di atas segala-galanya.

Padahal, Allah Subhanahu Wata’ala telah menegaskan bahwa siapa yang lebih mencintai sesuatu selain Allah, maka ia justru akan tersiksa dengan rasa cintanya itu. Siapa yang takut karena selain Allah, maka ia justru akan dikuasai oleh rasa takutnya itu. Siapa yang sibuk dengan selain Allah, maka ia akan mengalami kebosanan dan siapa yang mendahulukan yang lain daripada Allah, maka ia tidak akan mendapatkan keberkahan dari-Nya.

Kedua, membesarkan perintah dan larangan Allah.

Membesarkan perintah dan larangan Allah harus dimulai dari membesarkan dan mengagungkan pemilik perintah dan larangan tersebut, yaitu Allah Subhanahu Wata’ala. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman yang artinya,

“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah.” Ulama dalam menafsirkan ayat ini mengatakan, “Mengapa kalian tidak takut akan kebesaran Allah.”

Membesarkan perintah Allah di antaranya adalah dengan menjaga waktu salat, melakukannya dengan khusyu, memeriksa rukun dan kesempurnaannya serta melakukannya secara berjamaah.

Ketiga, senantiasa berzikir kepada Allah.

Zikir adalah wasiat Allah kepada hamba-hamba-Nya dan wasiat Rasulullah kepada ummatnya. Dalam sebuah hadis qudsi Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Barangsiapa yang mengingat-Ku di dalam dirinya, maka Aku akan mengingat-Nya dalam diri-Ku. Dan barang siapa yang mengingat-Ku dalam kesibukan, maka Aku akan mengingat-Nya dalam kesibukan yang lebih baik darinya.” (HR Bukhari).

Keempat, Mempelajari kisah orang-orang saleh terdahulu.

Hal ini diharapkan agar kita bisa mengambil pelajaran dari mereka. Bagaimana kesabaran mereka ketika menghadapi ujian yang berat, kejujuran mereka dalam bersikap, dan keteguhan mereka dalam mempertahankan keimanan.

Allah SWT berfirman, “Sungguh dalam kisah-kisah mereka terdapat ibrah (pelajaran) bagi orang yang memiliki akal, ….”

Kelima, senantiasa berpikir tentang kebesaran ciptaan Allah.

Allah SWT memiliki ciptaan yang indah dan besar. Dengan memikirkan ciptaannya diharapkan bisa menyadari betapa besar kekuasaan Allah terhadap ciptaan-Nya itu. Allah SWT berfirman, “Wahai manusia, telah diberikan kepada kalian beberapa permisalan, maka dengarkanlah (perhatikanlah) permisalan itu. Sesungguhnya orang-orang yang engkau seru selain Allah, mereka tidak akan mampu untuk menciptakan lalat, meskipun untuk melakukannya itu mereka berkumpul bersama…”

Keenam, Kenalilah Allah dengan nama-nama-Nya yang mulia / asmaul husna.

Knalilah Allah dengan nama dan sifat-sifatnya, niscaya hatimu akan lembut dan menjadi terarah ke jalan yang lurus.
Semakin kita mengenal Allah akan terbentuk rasa cinta kepada Allah, Rasa Takut Kepada Allah dan Rasa Harap kepada Allah. Rasa itulah yang akan selalu menuntun hati kita untuk selalu istiqomah di jalan-Nya.